KADO PERAYAAN HARI KEMERDEKAAN
REPUBLIK INDONESIA -71
Oleh. H.
Lathif Hakim, Lsq. Dipl. DNP. ME. (TIM)
Perjuangan untuk
mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia dari penjajahan kolonial merupakan
perjuangan yang membutuhkan pengorbanan yang tidak ternilai harganya, baik
dengan tenaga, pikiran, harta-benda, nyawa dan kehidupan skalipun. Hampir lebih
dari 300 tahun lamanya Bangsa ini dijajah dan ditindas oleh kolonialisme.
Dengan kegigihan, pengorbanan dan tekad yang kuat sampai titik darah penghabisan
“Hidup atau Mati”, itulah slogan dan semangat yang digulirkan para pejuang
mempertahankan kehidupan bangsa ini serta berbagai upaya untuk melawan dan
memerdekakan bangsa ini dari kolonialis penjajah, sehingga mencapai sebuah
kemerdekaan. Dan tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan rahmat Allah, swt.
penjajahan dapat dihapuskan. Hal ini semua berkat kegigihan para pejuang yang
ikhlas tanpa pamrih hanya untuk memerdekakan bangsa ini sehingga dapat hidup
sebagaimana layaknya manusia yang bisa hidup bebas dan merdeka.
“Allahu Akbar,
Allahu Akbar, Allahu Akbar!!.... Merdeka...!!!.” itulah kalimat yang selalu menyelimuti dan
menjadi darah daging dalam mengobarkan perjuangan untuk menumpas penjajah dari
bumi pertiwi. Maka kunci kemenangan dan kita bisa merdeka adalah karena
kekuatan Allah, swt. yang mengalir dalam darah daging para pejuang yang tanpa
pamrih. Mereka tidaklah seperti para politisi yang haus kekuasaan dengan
menghalalkan segala cara, mereka juga tidak seperti para pejabat yang tamak
terhadap harta benda yang selalu mengorupsi uang negara. Bahkan mereka
korbankan semua kekayaan mereka untuk terwujudnya sebuah kemerdekaan. Maka
tepat sekali pada tahun ini, hari kemerdekaan Republik Indonesia bertepatan
dengan hari perayaan Idul Adha, yaitu; hari raya pengorbanan bagi umat Islam.
Oleh karenanya, jika bangsa dan negara ini bisa menjadi maju dan sejahtera, apabila
semangat para pejuang di era sebelum kemerdekaan mampu mengalir dalam hati dan
sanubari para pemangku kebijakan Republik Indonesia. Harta benda, tenaga,
pikiran, jiwa raga mereka curahkan untuk mewujudkan kemerdekaan. Mungkinkah
sifat pengorbanan itu mampu dicurahkan untuk mengisi pembangunan Indonesia yang
sudah berusia senja 71 tahun?. Apakah para stakholder bangsa Indonesia
memberikan semua yang mereka miliki untuk terwujudnya cita-cita bangsa
Indonesia menjadi negara yang maju, adil, aman, sejahtera dan
bermartabat?. Inilah yang perlu dijawab
dalam hati para pemimpin dan pejabat negara Republik Indonesia sekarang
ini!......
Akan tetapi jika
kita melihat data-data kemajuan bangsa Indonesia sekarang ini, kita dapati
bahwa kemajuan negara Indonesia mengalami pasang surut, pada masa orde lama masa
membangun nation and character building yang kita kenal dalam konsep
trisakti; Berdikari di bidang ekonomi, Berdaulat di bidang politik; dan
Berkepribadian dalam budaya. Akan tetapi karena masa ini adalah; awal
pembangunan dasar negara, maka pembangunan diwarnai dengan berbagai kisruh
politik, nasionalisasi aset Hindia Belanda bahkan percobaan kudeta oleh PKI dan
berakhir masa suramnya perekonomian Indonesia yang ditandai dengan menipisnya
persediaan beras nasional sementara pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk
manambah supply beras serta kebutuhan pokok lainnya sehingga harga melambung
tinggi bahkan inflasi mencapai titik nadir menembus angka 650 % di tahun 1966.
Pada era orde baru
adalah awal pembangunan dengan konsep TRISAKTI mampu diwujudkan sehingga
inflasi dapat ditekan menjadi 15 % dalam 2 bulan, dengan konsep TRILOGI
PEMBANGUNAN dan DELAPAN JALUR PEMERATAAN, bahkan pada tahun 1973 pertumbuhan
ekonomi mencapai 11.3 % hal itu karena didukung dengan terwujudnya swasembada
pangan dan boom oil yang ditemukan pada tahun tersebut, bahkan pada masa orde
baru Indonesia menjadi “Macan Asia”, dengan mencapai pertumbuhan ekonomi
rata-rata per tahun 7 %. Walaupun hal itu juga menyisakan banyak permasalahan
misal; KKN, Ketimpangan ekonomi, diktatorisme. Dan dalam persaingan global
Indonesia menempati HDI pada peringkat 83 pada tahun 1980 dan peringkat 98 pada
tahun 1990.
Pada era Habibie
adalah masa reformasi politik walaupun pada masa transisi demokrasi belum
disertai dengan adanya reformasi ekonomi kedalam bentuk demokrasi ekonomi,
karena sistem Kapitalisme lah yang masih menggurita dan mendarah-daging dalam
mendesain sistem perekonomian nasional. Dalam bidang ekonomi pemerintahan ini
mampu mendongkrak yang semula pertumbuhan ekonomi -14 % kemudian meningkat
menjadi 0.94 %. Atau mengalami pertumbuhan sekitar 13.06 %. Pada peringkat
dunia pemerintah Habibie menempati rangking HDI ke -89 pada tahun 1998, dengan
score HDI 0.679. Pada masa Presiden
Gusdur dalam bidang ekonomi tidak banyak yang dilakukan karena masih berkutat
dalam bidang stabilisasi politik, dampak kebijakan ekonomi pada era Habibie masih
mencover perjalanan ekonomi pada masa Gusdur sehingga pertumbuhan ekonomi
mencapai 5 %, dan di masa akhir pemerintahannya ekonomi tumbuh 3.8 %, dalam HDI
menempati rangking ke-94. Pada awal
pemerintahan Megawati, kondisi lebih buruk dari masa awal Gusdur, SBI diatas 17
%, Bunga Deposito 18 %, Bank mengalami Bleeding. Inflasi lebih dari 2 digit
(13.5 %). Namun, upaya-upaya perbaikan ekonomi telah dilakukan untuk memulihkan ekonomi dengan pengalokasian
pembayaran hutang luar negeri setelah
melakukan pertemuan Paris Club sebesar Rp. 116.3 Trilyun, melakukan privatisasi
BUMN yang menuai kontroversi sehingga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi
menjadi 5.1 % yang semula di awal pemerintahannya ekonomi tumbuh 4.3 %. Dalam
ekonomi global Indonesia menempati rangking ke-103 pada tahun 2005.
Pada masa Presiden
Susilo Bambang Yudoyono, merupakan upaya menancapkan suasana kemapanan
demokrasi, rakyat, pelaku usaha luar dan dalam negeri maupun negara donor serta
lembaga-lembaga dunia IMF, WB dan ADB sangat optimis bahwa perekonomian Indonesia
sangat tumbuh dengan baik. Dengan konsep Triple Tract Strategy: Pro Poor, Pro
Growth, Pro Job, Pro Environment, ekonomi tumbuh rata-rata pada level 6.00 %. Ketergantungan
terhadap IMF dapat dihapuskan dengan pelunasan hutang sebesar US$ 3.2 Milyar
dan menghapus sistem CGGI, demikian juga kemiskinan dapat dipangkas selama 10
tahun berkuasa yang semula pada tahun 39.05 juta pada Maret 2006 dan pada akhir
kekuasaannya kemiskinan dapat dipangkas menjadi 27.5 juta jiwa. Dari sisi peringkat
global Indonesia pada tahun 2006 menempati HDI rank ke 108 dan pada masa akhir
kepemimpinannya menempati peringkat ke 110.
Pada masa
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan konsep Nawacitanya,
ekonomi bahkan mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan masa sebelumnya,
walaupun secara politik dan demokrasi mengalami perbaikan. Dalam bidang ekonomi
pertumbuhan ekonomi yang semula 5.2 % dan pada awal tahun pemerintahannya
ekonomi tumbuh 4.9 %. Dari sisi pemerataan pembangunan mengalami peningkatan hal
itu dengan dibangunnya kementerian Pedesaan dan daerah tertinggal yang
diberikan anggran setiap desa Rp. 1.4 Trilyun, akan tetapi implementasinya
belum berjalan secara optimal. Disamping hal itu menyisakan pengangguran
meningkat 250 ribu orang pada tahun pertama dan kemiskinan meningkat Rp. 500
ribu orang pada awal pemerintahannya.
Jika kita lihat
pada Rank HDI pada era Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla Indonesia menempati
peringkat ke-110 dari 177 Negara, dengan pendapatan perkapita 9.788 US$. Akan
tetapi data yang dirilis HDI ini tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya
jika kita melihat realitas empirik perekonomian rakyat dan bangsa Indonesia. Pendapatan
perkapita tersebut benar jika survei yang dilakukan adalah di kota-kota besar
misalkan di Ibu Kota Jakarta, Bandung dan Surabaya. Jika kita melihat secara
menyeluruh kondisi riil bangsa Indonesia adalah tercermin dalam laporan Global
Competitivenes Index 2015-2016, yang menyatakan Pendapatan Perkapita Nasional
Indonesia adalah: US$ 3.534. Sedangkan
rangking daya saing kita mengalami peningkatan yang mana pada tahun 2011/2012
menempati rangking 46, kemudian tahun 2012/2013 kita menempati rangking ke-50. Kemudian
daya saing kita pada tahun 2014/2015 menempati rangking ke-34 dan sekarang
2015/2016 menempati rangking ke-37.
Dari peringkat HDI peringkat
pertama ditempati oleh Norwegia dengan pendapatan perkapita 64.992 US$ yang disusul peringkat ke -2 negara
Australia dengan Pendapatan Perkapita US$ 42.261 US$. Sedangkan negara-negara
Islam peringkat pertama ditempati oleh Brunai Darussalam peringkat ke-31 dunia
dengan pendapatan 72.570 US$ dan
peringkat kedua oleh Qatar peringkat ke-32 dunia dengan Pendapatan Perkapita
123.124 US$.
Sedangkan dari sisi
daya saing global peringkat pertama ditempati oleh Swizterland dengan
pendapatan perkapita 87.475 US$ dan peringkat kedua ditempati Singapura dengan
pendapatan perkapita US$ 56.319. Jika
dilihat pada daya saing negara-negara Islam maka peringkat pertama ditempati
oleh Qatar, kemudian peringkat kedua Uni Emirate Arab, ketiga Malaysia dan
Keempat Kerajaan Saudi Arabia, Kelima Kwait dan Keenam Indonesia.
Sedangkan dari sisi
budaya, agama dan keimanan jika dilihat dari index tindakan kriminalitas maka
Indonesia masih lebih maju dari negara lainnya menempati peringkat ke-51 dalam
peringkat dunia yang mana tingkat kejahatan yang paling tinggi adalah
Veneuzela, Sudan Selatan dan Afrika Selatan, sedangkan di Asia Bangladesh
menempati peringkat pertama, Malaysia kedua, Indonesia menempati peringkat ke
sebelas (Koran Sindo Edisi 13/1/2016). Semoga Allah, swt. membimbing kita, dan memberikan
keadilan dan kebaikan dalam hati dan kebijakan kepada para pemimpin negara
Republik Indonesia sehingga pola pembangunannya menuju ke arah yang
benar.....!!!.