Kamis, 11 Agustus 2016

KADO PERAYAAN HARI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA -71

KADO PERAYAAN HARI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA -71
Oleh. H. Lathif Hakim, Lsq. Dipl. DNP. ME. (TIM)
Perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia dari penjajahan kolonial merupakan perjuangan yang membutuhkan pengorbanan yang tidak ternilai harganya, baik dengan tenaga, pikiran, harta-benda, nyawa dan kehidupan skalipun. Hampir lebih dari 300 tahun lamanya Bangsa ini dijajah dan ditindas oleh kolonialisme. Dengan kegigihan, pengorbanan dan tekad yang kuat sampai titik darah penghabisan “Hidup atau Mati”, itulah slogan dan semangat yang digulirkan para pejuang mempertahankan kehidupan bangsa ini serta berbagai upaya untuk melawan dan memerdekakan bangsa ini dari kolonialis penjajah, sehingga mencapai sebuah kemerdekaan. Dan tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan rahmat Allah, swt. penjajahan dapat dihapuskan. Hal ini semua berkat kegigihan para pejuang yang ikhlas tanpa pamrih hanya untuk memerdekakan bangsa ini sehingga dapat hidup sebagaimana layaknya manusia yang bisa hidup bebas dan merdeka.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!!.... Merdeka...!!!.”  itulah kalimat yang selalu menyelimuti dan menjadi darah daging dalam mengobarkan perjuangan untuk menumpas penjajah dari bumi pertiwi. Maka kunci kemenangan dan kita bisa merdeka adalah karena kekuatan Allah, swt. yang mengalir dalam darah daging para pejuang yang tanpa pamrih. Mereka tidaklah seperti para politisi yang haus kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, mereka juga tidak seperti para pejabat yang tamak terhadap harta benda yang selalu mengorupsi uang negara. Bahkan mereka korbankan semua kekayaan mereka untuk terwujudnya sebuah kemerdekaan. Maka tepat sekali pada tahun ini, hari kemerdekaan Republik Indonesia bertepatan dengan hari perayaan Idul Adha, yaitu; hari raya pengorbanan bagi umat Islam. Oleh karenanya, jika bangsa dan negara ini bisa menjadi maju dan sejahtera, apabila semangat para pejuang di era sebelum kemerdekaan mampu mengalir dalam hati dan sanubari para pemangku kebijakan Republik Indonesia. Harta benda, tenaga, pikiran, jiwa raga mereka curahkan untuk mewujudkan kemerdekaan. Mungkinkah sifat pengorbanan itu mampu dicurahkan untuk mengisi pembangunan Indonesia yang sudah berusia senja 71 tahun?. Apakah para stakholder bangsa Indonesia memberikan semua yang mereka miliki untuk terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia menjadi negara yang maju, adil, aman, sejahtera dan bermartabat?.  Inilah yang perlu dijawab dalam hati para pemimpin dan pejabat negara Republik Indonesia sekarang ini!......
Akan tetapi jika kita melihat data-data kemajuan bangsa Indonesia sekarang ini, kita dapati bahwa kemajuan negara Indonesia mengalami pasang surut, pada masa orde lama masa membangun nation and character building yang kita kenal dalam konsep trisakti; Berdikari di bidang ekonomi, Berdaulat di bidang politik; dan Berkepribadian dalam budaya. Akan tetapi karena masa ini adalah; awal pembangunan dasar negara, maka pembangunan diwarnai dengan berbagai kisruh politik, nasionalisasi aset Hindia Belanda bahkan percobaan kudeta oleh PKI dan berakhir masa suramnya perekonomian Indonesia yang ditandai dengan menipisnya persediaan beras nasional sementara pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk manambah supply beras serta kebutuhan pokok lainnya sehingga harga melambung tinggi bahkan inflasi mencapai titik nadir menembus angka 650 % di tahun 1966.
Pada era orde baru adalah awal pembangunan dengan konsep TRISAKTI mampu diwujudkan sehingga inflasi dapat ditekan menjadi 15 % dalam 2 bulan, dengan konsep TRILOGI PEMBANGUNAN dan DELAPAN JALUR PEMERATAAN, bahkan pada tahun 1973 pertumbuhan ekonomi mencapai 11.3 % hal itu karena didukung dengan terwujudnya swasembada pangan dan boom oil yang ditemukan pada tahun tersebut, bahkan pada masa orde baru Indonesia menjadi “Macan Asia”, dengan mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun 7 %. Walaupun hal itu juga menyisakan banyak permasalahan misal; KKN, Ketimpangan ekonomi, diktatorisme. Dan dalam persaingan global Indonesia menempati HDI pada peringkat 83 pada tahun 1980 dan peringkat 98 pada tahun 1990.
Pada era Habibie adalah masa reformasi politik walaupun pada masa transisi demokrasi belum disertai dengan adanya reformasi ekonomi kedalam bentuk demokrasi ekonomi, karena sistem Kapitalisme lah yang masih menggurita dan mendarah-daging dalam mendesain sistem perekonomian nasional. Dalam bidang ekonomi pemerintahan ini mampu mendongkrak yang semula pertumbuhan ekonomi -14 % kemudian meningkat menjadi 0.94 %. Atau mengalami pertumbuhan sekitar 13.06 %. Pada peringkat dunia pemerintah Habibie menempati rangking HDI ke -89 pada tahun 1998, dengan score HDI 0.679.  Pada masa Presiden Gusdur dalam bidang ekonomi tidak banyak yang dilakukan karena masih berkutat dalam bidang stabilisasi politik, dampak kebijakan ekonomi pada era Habibie masih mencover perjalanan ekonomi pada masa Gusdur sehingga pertumbuhan ekonomi mencapai 5 %, dan di masa akhir pemerintahannya ekonomi tumbuh 3.8 %, dalam HDI menempati rangking ke-94.  Pada awal pemerintahan Megawati, kondisi lebih buruk dari masa awal Gusdur, SBI diatas 17 %, Bunga Deposito 18 %, Bank mengalami Bleeding. Inflasi lebih dari 2 digit (13.5 %). Namun, upaya-upaya perbaikan ekonomi telah dilakukan  untuk memulihkan ekonomi dengan pengalokasian pembayaran hutang luar negeri  setelah melakukan pertemuan Paris Club sebesar Rp. 116.3 Trilyun, melakukan privatisasi BUMN yang menuai kontroversi sehingga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi menjadi 5.1 % yang semula di awal pemerintahannya ekonomi tumbuh 4.3 %. Dalam ekonomi global Indonesia menempati rangking ke-103 pada tahun 2005.
Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono, merupakan upaya menancapkan suasana kemapanan demokrasi, rakyat, pelaku usaha luar dan dalam negeri maupun negara donor serta lembaga-lembaga dunia IMF, WB dan ADB sangat optimis bahwa perekonomian Indonesia sangat tumbuh dengan baik. Dengan konsep Triple Tract Strategy: Pro Poor, Pro Growth, Pro Job, Pro Environment, ekonomi tumbuh rata-rata pada level 6.00 %. Ketergantungan terhadap IMF dapat dihapuskan dengan pelunasan hutang sebesar US$ 3.2 Milyar dan menghapus sistem CGGI, demikian juga kemiskinan dapat dipangkas selama 10 tahun berkuasa yang semula pada tahun 39.05 juta pada Maret 2006 dan pada akhir kekuasaannya kemiskinan dapat dipangkas menjadi 27.5 juta jiwa. Dari sisi peringkat global Indonesia pada tahun 2006 menempati HDI rank ke 108 dan pada masa akhir kepemimpinannya menempati peringkat ke 110.
Pada masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan konsep Nawacitanya, ekonomi bahkan mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan masa sebelumnya, walaupun secara politik dan demokrasi mengalami perbaikan. Dalam bidang ekonomi pertumbuhan ekonomi yang semula 5.2 % dan pada awal tahun pemerintahannya ekonomi tumbuh 4.9 %. Dari sisi pemerataan pembangunan mengalami peningkatan hal itu dengan dibangunnya kementerian Pedesaan dan daerah tertinggal yang diberikan anggran setiap desa Rp. 1.4 Trilyun, akan tetapi implementasinya belum berjalan secara optimal. Disamping hal itu menyisakan pengangguran meningkat 250 ribu orang pada tahun pertama dan kemiskinan meningkat Rp. 500 ribu orang pada awal pemerintahannya.
Jika kita lihat pada Rank HDI pada era Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla Indonesia menempati peringkat ke-110 dari 177 Negara, dengan pendapatan perkapita 9.788 US$. Akan tetapi data yang dirilis HDI ini tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya jika kita melihat realitas empirik perekonomian rakyat dan bangsa Indonesia. Pendapatan perkapita tersebut benar jika survei yang dilakukan adalah di kota-kota besar misalkan di Ibu Kota Jakarta, Bandung dan Surabaya. Jika kita melihat secara menyeluruh kondisi riil bangsa Indonesia adalah tercermin dalam laporan Global Competitivenes Index 2015-2016, yang menyatakan Pendapatan Perkapita Nasional Indonesia adalah: US$ 3.534.  Sedangkan rangking daya saing kita mengalami peningkatan yang mana pada tahun 2011/2012 menempati rangking 46, kemudian tahun 2012/2013 kita menempati rangking ke-50. Kemudian daya saing kita pada tahun 2014/2015 menempati rangking ke-34 dan sekarang 2015/2016 menempati rangking ke-37.
Dari peringkat HDI peringkat pertama ditempati oleh Norwegia dengan pendapatan perkapita  64.992 US$ yang disusul peringkat ke -2 negara Australia dengan Pendapatan Perkapita US$ 42.261 US$. Sedangkan negara-negara Islam peringkat pertama ditempati oleh Brunai Darussalam peringkat ke-31 dunia dengan pendapatan 72.570 US$  dan peringkat kedua oleh Qatar peringkat ke-32 dunia dengan Pendapatan Perkapita 123.124 US$.
Sedangkan dari sisi daya saing global peringkat pertama ditempati oleh Swizterland dengan pendapatan perkapita 87.475 US$ dan peringkat kedua ditempati Singapura dengan pendapatan perkapita US$ 56.319.  Jika dilihat pada daya saing negara-negara Islam maka peringkat pertama ditempati oleh Qatar, kemudian peringkat kedua Uni Emirate Arab, ketiga Malaysia dan Keempat Kerajaan Saudi Arabia, Kelima Kwait dan Keenam Indonesia.

Sedangkan dari sisi budaya, agama dan keimanan jika dilihat dari index tindakan kriminalitas maka Indonesia masih lebih maju dari negara lainnya menempati peringkat ke-51 dalam peringkat dunia yang mana tingkat kejahatan yang paling tinggi adalah Veneuzela, Sudan Selatan dan Afrika Selatan, sedangkan di Asia Bangladesh menempati peringkat pertama, Malaysia kedua, Indonesia menempati peringkat ke sebelas (Koran Sindo Edisi 13/1/2016).  Semoga Allah, swt. membimbing kita, dan memberikan keadilan dan kebaikan dalam hati dan kebijakan kepada para pemimpin negara Republik Indonesia sehingga pola pembangunannya menuju ke arah yang benar.....!!!.