Oleh August Mellaz (Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi)
SAAT ini bersilangan pendapat dan kesimpulan di beberapa grup WA yang menyatakan bahwa, Metoda Divisor Sainte Laguë (Murni) menguntungan Partai Besar.
Perlu dijelaskan bahwa, istilah Sainte Laguë tidak ada yang disebut murni. Jika menyebut Sainte Laguë, maka yang dimaksud adalah Metoda Divisor dengan Bilangan Pembagi 1; 3; 5; 7...dst atau kerap disebut Metoda Bilangan Ganjil.
Di luar itu, maka disebut Metoda Divisor Sainte Laguë Modifikasi atau kerap disebut Metoda Skandinavia, sebagaimana dipakai di negara-negara Skandinavia dengan berbagai variasinya. Ada yang dimulai dengan angka 1,4; 3; 5; 7...dst. Ada juga yang dimulai dengan Bilangan Pembagi 1; 4; 7; 10,..dst. Ada juga yang diawali dengan Bilangan Pembagi 1,2; 3; 5; 7...dst.
Sainte Laguë yang dimaksud di sini adalah Metoda hitung dengan bilangan pembagi (1; 3; 5; 7...dst) seperti yang diputuskan dalam Rapat Paripurna 20/7/17 untuk digunakan pada Pemilu 2019 mendatang.
Kesimpulan "menguntungkan partai besar", menurut saya tidak sepenuhnya benar dan jika tidak dipahami secara memadai dapat menimbulkan kesalahan persepsi atas sebuah konsep.
Bahkan kesimpulan tersebut menyimpang jauh dari tujuan utama dirumuskannya metoda hitung tersebut oleh Sang Penemu, yaitu Prof Andre Sainté Laguë pun oleh Sang Senator Daniel Webster.
Pertama, yang dimaksud besar atau kecil suatu partai hendaknya dilihat dalam konteks dapil dan bukan dalam konteks nasional. Hal ini disebabkan oleh "ketentuan penghitungan perolehan suara-kursi dihabiskan di dapil". Bisa saja suatu partai di tingkat nasional dikualifikasi sebagai partai besar, namun belum tentu di suatu dapil. Begitu juga sebaliknya, suatu partai di tingkat nasional yang dikualifikasi menengah atau kecil, bisa saja di suatu dapil malah jadi partai besar.
Baiklah saya pergunakan sebuah simulasi. Pada sebuah dapil berkursi 10 terdapat 10 partai berkompetisi. Komposisi perolehan suara terbagai demikan: Partai A (94.200), Partai B (101.120), Partai C (301.870), Partai D (205.569), Partai E (302.000), Partai F (263.621), Partai G (305.713), Partai H (199.074), Partai I (148.421), dan Partai J (205.410). Total suara sah 10 partai 2.126.998, maka harga kursi (BPP) adalah jumlah total suara sah dibagi jumlah kursi, yaitu 212.700.
Dengan menggunakan Metoda Kuota Hare/Hamilton/Niemeyer (BPP), menghasilkan distribusi kursi ke setiap partai sebagai berikut: setiap partai, mulai dari Partai A hingga partai J masing-masing mendapat satu kursi.
Masih menggunakan simulasi di atas, kita juga bisa hitung kuota kursi atau porsi suara partai terhadap kursi.
Sederhananya, suara sah setiap partai dibagi total suara sah partai di dapil dikali dengan kursi yang disediakan. Maka akan diketahui kuota kursi dari setiap partai berdasarkan perolehan suaranya. Dengan begitu kuota kursi partai akan demikian: Partai A (0,44), Partai B (0,48), Partai C (1,48), Partai D (0,97), Partai E (1,42), Partai F (1,24), Partai G (1,44), Partai H (0,94), Partai I (0,70), dan Partai J (0,97).
Pertanyaannya, apakah kuota kursi setiap partai tersebut layak diganjar 1 kursi atau lebih?
Kedua, Metoda Sainte Laguë dimaksudkan memberikan jaminan keadilan bagi setiap partai dalam hal perolehan suara-kursi. Partai G (partai terbesar) porsi atau kuota kursinya 1,44 atau (144%) dari harga kursi (BPP). Sedangkan, partai A (partai terkecil) perolehan suaranya 0,44 atau 40% dari harga kursi (BPP), namun sama-sama diganjar 1 kursi. Dengan demikian terdapat jarak sebesar 0,56 atau 56% antara porsi suara partai A (dapat 1 kursi) dengan harga kursi (BPP).
Dengan kata lain, partai A dapat diskon 60%, sedangkan partai G harus membayar 1 kursi sebesar 144% dari harganya (BPP). Jika dilihat lebih lanjut, kita bisa cek bahwa perolehan suara ataupun kuota kursi Partai G (partai terbesar) lebih dari tiga kali lipat dibanding suara ataupun porsi kursi Partai A (partai terkecil).
Pertanyaannya, apakah ini yang disebut adil? Pertanyaan berikutnya, apakah terdapat Metoda Hitung lain yang dapat menjadi solusi untuk menjembatani atau memperpendek jarak (senjang) perolehan suara-kursi dari setiap partai.
Jika memakai Metode Divisor Sainte Laguë, maka partai G yang suaranya 144% atau porsi kursinya 1,44 dari harga kursi berubah mendapatkan 2. Sedangkan Partai A yang porsi suaranya 0,44 tidak mendapatkan kursi. Pertanyaannya, apakah perolehan 2 kursi yang didapatkan partai G disebut tidak adil bagi partai A? Padahal dengan 2 kursi yang didapatkannya, partai G harus membayar harga setiap kursinya sebesar 0,72 dari harga kursi (BPP). Harga sebesar 0,72 inipun (1,44 dibagi 2 kursi) masih lebih besar dibanding porsi 0,44 yang didapatkan oleh partai A.
Ketiga, Divisor Sainte Laguë pada dasarnya punya cut off yang relatif terukur, di mana perolehan suara parpol layak dikualifikasi dapat satu kursi setidaknya jika porsi perolehan suaranya sama dengan atau di atas 0,50 atau 50% dari BPP. Dalam simulasi ini, Partai B (0,48) masih memenuhi kualifikasi untuk mendapatkan 1 kursi. Namun yang lebih penting, Metoda Sainte Laguë ini, dapat memperpendek jarak perolehan suara-kursi bagi setiap partai. Sedangkan di bawah cut off itu tidak.
Hal ini bertolak belakang dengan Kuota Hare, cut offnya tidak tersedia. Bahkan pada kasus-kasus ekstrem, partai yang porsi suaranya 0,30 atau 30 persen BPP pun dapat. Artinya ada jarak sebesar 0,70 atau diskon 70% dari harga kursi riil. Hal terjadi sebagai akibat munculnya efek sisa suara dan sisa kursi.
Jikapun boleh menyimpulkannya, Metoda Sainte Laguë atau yang dipadankan dengan Metoda Divisor Webster (Amerika Serikat), memberikan jaminan dan perlakuan netral dan tidak berat sebelah kepada setiap partai politik dalam perolehan suara-kursi.
Dengan kata lain, partai besar (sekali lagi di dapil) akan diganjar kursi sesuai dengan porsi suaranya, sedangkan partai menengah kecil (di dapil) akan ditarik pada garis yang lebih netral. Metoda Sainte Laguë/Webster/Scheper ini hasilnya lebih dekat dengan Kuota Hare/ Hamilton/ Niemeyer dibandingkan Metoda Hitung lain seperti D'Hondt ataupun Modifikasi Sainte Laguë.
info lain : tribun
info lain : tribun
sumber: Indopos