Rabu, 23 Agustus 2017

Seperti Apa Perhitungan Suara Metode Sainte Laguë (Murni)?

Oleh August Mellaz (Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi)  


SAAT ini bersilangan pendapat dan kesimpulan di beberapa grup WA yang menyatakan bahwa, Metoda Divisor Sainte Laguë (Murni) menguntungan Partai Besar.
Perlu dijelaskan bahwa, istilah Sainte Laguë tidak ada yang disebut murni. Jika menyebut Sainte Laguë, maka yang dimaksud adalah Metoda Divisor dengan Bilangan Pembagi 1; 3; 5; 7...dst atau kerap disebut Metoda Bilangan Ganjil.
Di luar itu, maka disebut Metoda Divisor Sainte Laguë Modifikasi atau kerap disebut Metoda Skandinavia, sebagaimana dipakai di negara-negara Skandinavia dengan berbagai variasinya. Ada yang dimulai dengan angka 1,4; 3; 5; 7...dst. Ada juga yang dimulai dengan Bilangan Pembagi 1; 4; 7; 10,..dst. Ada juga yang diawali dengan Bilangan Pembagi 1,2; 3; 5; 7...dst.
Sainte Laguë yang dimaksud di sini adalah Metoda hitung dengan bilangan pembagi (1; 3; 5; 7...dst) seperti yang diputuskan dalam Rapat Paripurna 20/7/17 untuk digunakan pada Pemilu 2019 mendatang.
Kesimpulan "menguntungkan partai besar", menurut saya tidak sepenuhnya benar dan jika tidak dipahami secara memadai dapat menimbulkan kesalahan persepsi atas sebuah konsep.
Bahkan kesimpulan tersebut menyimpang jauh dari tujuan utama dirumuskannya metoda hitung tersebut oleh Sang Penemu, yaitu Prof Andre Sainté Laguë pun oleh Sang Senator Daniel Webster.
Pertama, yang dimaksud besar atau kecil suatu partai hendaknya dilihat dalam konteks dapil dan bukan dalam konteks nasional. Hal ini disebabkan oleh "ketentuan penghitungan perolehan suara-kursi dihabiskan di dapil". Bisa saja suatu partai di tingkat nasional dikualifikasi sebagai partai besar, namun belum tentu di suatu dapil. Begitu juga sebaliknya, suatu partai di tingkat nasional yang dikualifikasi menengah atau kecil, bisa saja di suatu dapil malah jadi partai besar.
Baiklah saya pergunakan sebuah simulasi. Pada sebuah dapil berkursi 10 terdapat 10 partai berkompetisi. Komposisi perolehan suara terbagai demikan: Partai A (94.200), Partai B (101.120), Partai C (301.870), Partai D (205.569), Partai E (302.000), Partai F (263.621), Partai G (305.713), Partai H (199.074), Partai I (148.421), dan Partai J (205.410). Total suara sah 10 partai 2.126.998, maka harga kursi (BPP) adalah jumlah total suara sah dibagi jumlah kursi, yaitu 212.700.
Dengan menggunakan Metoda Kuota Hare/Hamilton/Niemeyer (BPP), menghasilkan distribusi kursi ke setiap partai sebagai berikut: setiap partai, mulai dari Partai A hingga partai J masing-masing mendapat satu kursi.
Masih menggunakan simulasi di atas, kita juga bisa hitung kuota kursi atau porsi suara partai terhadap kursi.
Sederhananya, suara sah setiap partai dibagi total suara sah partai di dapil dikali dengan kursi yang disediakan. Maka akan diketahui kuota kursi dari setiap partai berdasarkan perolehan suaranya. Dengan begitu kuota kursi partai akan demikian: Partai A (0,44), Partai B (0,48), Partai C (1,48), Partai D (0,97), Partai E (1,42), Partai F (1,24), Partai G (1,44), Partai H (0,94), Partai I (0,70), dan Partai J (0,97).
Pertanyaannya, apakah kuota kursi setiap partai tersebut layak diganjar 1 kursi atau lebih?
Kedua, Metoda Sainte Laguë dimaksudkan memberikan jaminan keadilan bagi setiap partai dalam hal perolehan suara-kursi. Partai G (partai terbesar) porsi atau kuota kursinya 1,44 atau (144%) dari harga kursi (BPP). Sedangkan, partai A (partai terkecil) perolehan suaranya 0,44 atau 40% dari harga kursi (BPP), namun sama-sama diganjar 1 kursi. Dengan demikian terdapat jarak sebesar 0,56 atau 56% antara porsi suara partai A (dapat 1 kursi) dengan harga kursi (BPP).
Dengan kata lain, partai A dapat diskon 60%, sedangkan partai G harus membayar 1 kursi sebesar 144% dari harganya (BPP). Jika dilihat lebih lanjut, kita bisa cek bahwa perolehan suara ataupun kuota kursi Partai G (partai terbesar) lebih dari tiga kali lipat dibanding suara ataupun porsi kursi Partai A (partai terkecil).
Pertanyaannya, apakah ini yang disebut adil? Pertanyaan berikutnya, apakah terdapat Metoda Hitung lain yang dapat menjadi solusi untuk menjembatani atau memperpendek jarak (senjang) perolehan suara-kursi dari setiap partai.
Jika memakai Metode Divisor Sainte Laguë, maka partai G yang suaranya 144% atau porsi kursinya 1,44 dari harga kursi berubah mendapatkan 2. Sedangkan Partai A yang porsi suaranya 0,44 tidak mendapatkan kursi. Pertanyaannya, apakah perolehan 2 kursi yang didapatkan partai G disebut tidak adil bagi partai A? Padahal dengan 2 kursi yang didapatkannya, partai G harus membayar harga setiap kursinya sebesar 0,72 dari harga kursi (BPP). Harga sebesar 0,72 inipun (1,44 dibagi 2 kursi) masih lebih besar dibanding porsi 0,44 yang didapatkan oleh partai A.
Ketiga, Divisor Sainte Laguë pada dasarnya punya cut off yang relatif terukur, di mana perolehan suara parpol layak dikualifikasi dapat satu kursi setidaknya jika porsi perolehan suaranya sama dengan atau di atas 0,50 atau 50% dari BPP. Dalam simulasi ini, Partai B (0,48) masih memenuhi kualifikasi untuk mendapatkan 1 kursi. Namun yang lebih penting, Metoda Sainte Laguë ini, dapat memperpendek jarak perolehan suara-kursi bagi setiap partai. Sedangkan di bawah cut off itu tidak.
Hal ini bertolak belakang dengan Kuota Hare, cut offnya tidak tersedia. Bahkan pada kasus-kasus ekstrem, partai yang porsi suaranya 0,30 atau 30 persen BPP pun dapat. Artinya ada jarak sebesar 0,70 atau diskon 70% dari harga kursi riil. Hal terjadi sebagai akibat munculnya efek sisa suara dan sisa kursi.
Jikapun boleh menyimpulkannya, Metoda Sainte Laguë atau yang dipadankan dengan Metoda Divisor Webster (Amerika Serikat), memberikan jaminan dan perlakuan netral dan tidak berat sebelah kepada setiap partai politik dalam perolehan suara-kursi.
Dengan kata lain, partai besar (sekali lagi di dapil) akan diganjar kursi sesuai dengan porsi suaranya, sedangkan partai menengah kecil (di dapil) akan ditarik pada garis yang lebih netral. Metoda Sainte Laguë/Webster/Scheper ini hasilnya lebih dekat dengan Kuota Hare/ Hamilton/ Niemeyer dibandingkan Metoda Hitung lain seperti D'Hondt ataupun Modifikasi Sainte Laguë.

info lain : tribun
sumber: Indopos

Kamis, 11 Agustus 2016

KADO PERAYAAN HARI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA -71

KADO PERAYAAN HARI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA -71
Oleh. H. Lathif Hakim, Lsq. Dipl. DNP. ME. (TIM)
Perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan Republik Indonesia dari penjajahan kolonial merupakan perjuangan yang membutuhkan pengorbanan yang tidak ternilai harganya, baik dengan tenaga, pikiran, harta-benda, nyawa dan kehidupan skalipun. Hampir lebih dari 300 tahun lamanya Bangsa ini dijajah dan ditindas oleh kolonialisme. Dengan kegigihan, pengorbanan dan tekad yang kuat sampai titik darah penghabisan “Hidup atau Mati”, itulah slogan dan semangat yang digulirkan para pejuang mempertahankan kehidupan bangsa ini serta berbagai upaya untuk melawan dan memerdekakan bangsa ini dari kolonialis penjajah, sehingga mencapai sebuah kemerdekaan. Dan tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan rahmat Allah, swt. penjajahan dapat dihapuskan. Hal ini semua berkat kegigihan para pejuang yang ikhlas tanpa pamrih hanya untuk memerdekakan bangsa ini sehingga dapat hidup sebagaimana layaknya manusia yang bisa hidup bebas dan merdeka.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!!.... Merdeka...!!!.”  itulah kalimat yang selalu menyelimuti dan menjadi darah daging dalam mengobarkan perjuangan untuk menumpas penjajah dari bumi pertiwi. Maka kunci kemenangan dan kita bisa merdeka adalah karena kekuatan Allah, swt. yang mengalir dalam darah daging para pejuang yang tanpa pamrih. Mereka tidaklah seperti para politisi yang haus kekuasaan dengan menghalalkan segala cara, mereka juga tidak seperti para pejabat yang tamak terhadap harta benda yang selalu mengorupsi uang negara. Bahkan mereka korbankan semua kekayaan mereka untuk terwujudnya sebuah kemerdekaan. Maka tepat sekali pada tahun ini, hari kemerdekaan Republik Indonesia bertepatan dengan hari perayaan Idul Adha, yaitu; hari raya pengorbanan bagi umat Islam. Oleh karenanya, jika bangsa dan negara ini bisa menjadi maju dan sejahtera, apabila semangat para pejuang di era sebelum kemerdekaan mampu mengalir dalam hati dan sanubari para pemangku kebijakan Republik Indonesia. Harta benda, tenaga, pikiran, jiwa raga mereka curahkan untuk mewujudkan kemerdekaan. Mungkinkah sifat pengorbanan itu mampu dicurahkan untuk mengisi pembangunan Indonesia yang sudah berusia senja 71 tahun?. Apakah para stakholder bangsa Indonesia memberikan semua yang mereka miliki untuk terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia menjadi negara yang maju, adil, aman, sejahtera dan bermartabat?.  Inilah yang perlu dijawab dalam hati para pemimpin dan pejabat negara Republik Indonesia sekarang ini!......
Akan tetapi jika kita melihat data-data kemajuan bangsa Indonesia sekarang ini, kita dapati bahwa kemajuan negara Indonesia mengalami pasang surut, pada masa orde lama masa membangun nation and character building yang kita kenal dalam konsep trisakti; Berdikari di bidang ekonomi, Berdaulat di bidang politik; dan Berkepribadian dalam budaya. Akan tetapi karena masa ini adalah; awal pembangunan dasar negara, maka pembangunan diwarnai dengan berbagai kisruh politik, nasionalisasi aset Hindia Belanda bahkan percobaan kudeta oleh PKI dan berakhir masa suramnya perekonomian Indonesia yang ditandai dengan menipisnya persediaan beras nasional sementara pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk manambah supply beras serta kebutuhan pokok lainnya sehingga harga melambung tinggi bahkan inflasi mencapai titik nadir menembus angka 650 % di tahun 1966.
Pada era orde baru adalah awal pembangunan dengan konsep TRISAKTI mampu diwujudkan sehingga inflasi dapat ditekan menjadi 15 % dalam 2 bulan, dengan konsep TRILOGI PEMBANGUNAN dan DELAPAN JALUR PEMERATAAN, bahkan pada tahun 1973 pertumbuhan ekonomi mencapai 11.3 % hal itu karena didukung dengan terwujudnya swasembada pangan dan boom oil yang ditemukan pada tahun tersebut, bahkan pada masa orde baru Indonesia menjadi “Macan Asia”, dengan mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun 7 %. Walaupun hal itu juga menyisakan banyak permasalahan misal; KKN, Ketimpangan ekonomi, diktatorisme. Dan dalam persaingan global Indonesia menempati HDI pada peringkat 83 pada tahun 1980 dan peringkat 98 pada tahun 1990.
Pada era Habibie adalah masa reformasi politik walaupun pada masa transisi demokrasi belum disertai dengan adanya reformasi ekonomi kedalam bentuk demokrasi ekonomi, karena sistem Kapitalisme lah yang masih menggurita dan mendarah-daging dalam mendesain sistem perekonomian nasional. Dalam bidang ekonomi pemerintahan ini mampu mendongkrak yang semula pertumbuhan ekonomi -14 % kemudian meningkat menjadi 0.94 %. Atau mengalami pertumbuhan sekitar 13.06 %. Pada peringkat dunia pemerintah Habibie menempati rangking HDI ke -89 pada tahun 1998, dengan score HDI 0.679.  Pada masa Presiden Gusdur dalam bidang ekonomi tidak banyak yang dilakukan karena masih berkutat dalam bidang stabilisasi politik, dampak kebijakan ekonomi pada era Habibie masih mencover perjalanan ekonomi pada masa Gusdur sehingga pertumbuhan ekonomi mencapai 5 %, dan di masa akhir pemerintahannya ekonomi tumbuh 3.8 %, dalam HDI menempati rangking ke-94.  Pada awal pemerintahan Megawati, kondisi lebih buruk dari masa awal Gusdur, SBI diatas 17 %, Bunga Deposito 18 %, Bank mengalami Bleeding. Inflasi lebih dari 2 digit (13.5 %). Namun, upaya-upaya perbaikan ekonomi telah dilakukan  untuk memulihkan ekonomi dengan pengalokasian pembayaran hutang luar negeri  setelah melakukan pertemuan Paris Club sebesar Rp. 116.3 Trilyun, melakukan privatisasi BUMN yang menuai kontroversi sehingga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi menjadi 5.1 % yang semula di awal pemerintahannya ekonomi tumbuh 4.3 %. Dalam ekonomi global Indonesia menempati rangking ke-103 pada tahun 2005.
Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono, merupakan upaya menancapkan suasana kemapanan demokrasi, rakyat, pelaku usaha luar dan dalam negeri maupun negara donor serta lembaga-lembaga dunia IMF, WB dan ADB sangat optimis bahwa perekonomian Indonesia sangat tumbuh dengan baik. Dengan konsep Triple Tract Strategy: Pro Poor, Pro Growth, Pro Job, Pro Environment, ekonomi tumbuh rata-rata pada level 6.00 %. Ketergantungan terhadap IMF dapat dihapuskan dengan pelunasan hutang sebesar US$ 3.2 Milyar dan menghapus sistem CGGI, demikian juga kemiskinan dapat dipangkas selama 10 tahun berkuasa yang semula pada tahun 39.05 juta pada Maret 2006 dan pada akhir kekuasaannya kemiskinan dapat dipangkas menjadi 27.5 juta jiwa. Dari sisi peringkat global Indonesia pada tahun 2006 menempati HDI rank ke 108 dan pada masa akhir kepemimpinannya menempati peringkat ke 110.
Pada masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan konsep Nawacitanya, ekonomi bahkan mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan masa sebelumnya, walaupun secara politik dan demokrasi mengalami perbaikan. Dalam bidang ekonomi pertumbuhan ekonomi yang semula 5.2 % dan pada awal tahun pemerintahannya ekonomi tumbuh 4.9 %. Dari sisi pemerataan pembangunan mengalami peningkatan hal itu dengan dibangunnya kementerian Pedesaan dan daerah tertinggal yang diberikan anggran setiap desa Rp. 1.4 Trilyun, akan tetapi implementasinya belum berjalan secara optimal. Disamping hal itu menyisakan pengangguran meningkat 250 ribu orang pada tahun pertama dan kemiskinan meningkat Rp. 500 ribu orang pada awal pemerintahannya.
Jika kita lihat pada Rank HDI pada era Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla Indonesia menempati peringkat ke-110 dari 177 Negara, dengan pendapatan perkapita 9.788 US$. Akan tetapi data yang dirilis HDI ini tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya jika kita melihat realitas empirik perekonomian rakyat dan bangsa Indonesia. Pendapatan perkapita tersebut benar jika survei yang dilakukan adalah di kota-kota besar misalkan di Ibu Kota Jakarta, Bandung dan Surabaya. Jika kita melihat secara menyeluruh kondisi riil bangsa Indonesia adalah tercermin dalam laporan Global Competitivenes Index 2015-2016, yang menyatakan Pendapatan Perkapita Nasional Indonesia adalah: US$ 3.534.  Sedangkan rangking daya saing kita mengalami peningkatan yang mana pada tahun 2011/2012 menempati rangking 46, kemudian tahun 2012/2013 kita menempati rangking ke-50. Kemudian daya saing kita pada tahun 2014/2015 menempati rangking ke-34 dan sekarang 2015/2016 menempati rangking ke-37.
Dari peringkat HDI peringkat pertama ditempati oleh Norwegia dengan pendapatan perkapita  64.992 US$ yang disusul peringkat ke -2 negara Australia dengan Pendapatan Perkapita US$ 42.261 US$. Sedangkan negara-negara Islam peringkat pertama ditempati oleh Brunai Darussalam peringkat ke-31 dunia dengan pendapatan 72.570 US$  dan peringkat kedua oleh Qatar peringkat ke-32 dunia dengan Pendapatan Perkapita 123.124 US$.
Sedangkan dari sisi daya saing global peringkat pertama ditempati oleh Swizterland dengan pendapatan perkapita 87.475 US$ dan peringkat kedua ditempati Singapura dengan pendapatan perkapita US$ 56.319.  Jika dilihat pada daya saing negara-negara Islam maka peringkat pertama ditempati oleh Qatar, kemudian peringkat kedua Uni Emirate Arab, ketiga Malaysia dan Keempat Kerajaan Saudi Arabia, Kelima Kwait dan Keenam Indonesia.

Sedangkan dari sisi budaya, agama dan keimanan jika dilihat dari index tindakan kriminalitas maka Indonesia masih lebih maju dari negara lainnya menempati peringkat ke-51 dalam peringkat dunia yang mana tingkat kejahatan yang paling tinggi adalah Veneuzela, Sudan Selatan dan Afrika Selatan, sedangkan di Asia Bangladesh menempati peringkat pertama, Malaysia kedua, Indonesia menempati peringkat ke sebelas (Koran Sindo Edisi 13/1/2016).  Semoga Allah, swt. membimbing kita, dan memberikan keadilan dan kebaikan dalam hati dan kebijakan kepada para pemimpin negara Republik Indonesia sehingga pola pembangunannya menuju ke arah yang benar.....!!!.

Kamis, 21 Juli 2016

Darurat Kecerdasan Literasi Bagi Kader PKS

Tanggal 10 Agustus lalu M Sohibul Iman resmi dilantik menjadi Presiden PKS. Bila ia mengemban tugas pembenahan secara holistik atas kondisi internal partai, maka salah satu hal yang harus dibenahi itu mirip sekali dengan cuitannya di media sosial twitter, dua hari sebelum ia dilantik.
Pada tanggal 8 Agustus, melalui akun twitternya @msi_sohibuliman ia mengeluhkan ekses melimpahnya informasi yang membuat “kita” (ia gunakan kata kita sebagai ajakan introspeksi) mudah menyebarkan informasi sampah yang disertai cacian.
“Melimpahnya informasi kadang bikin kita menjadi seperti orang bodoh. Dengan mudah kita share info-info sampah, bahkan dengan info-info itu kita tebar caci dan fitnah. Boleh jadi ini paradok paling heboh di era medsos: makin melimpah informasi bukan makin bijak dan penuh hikmah tapi makin ceroboh dan tebar fitnah,” begitu tulisnya.
“Pada kasus ekstrim, ceroboh dan fitnah bisa timbulkan irreversible damage (kerusakan yang tak dapat dipulihkan). Itu kerugian besar. Petaka bagi semua,” imbuhnya lagi.
Mungkin Sohibul Iman mendapati kenyataan ini setelah melihat kondisi sekitarnya di media sosial. Dan sebagai seorang petinggi PKS, bisa ditebak ia dikelilingi oleh kader-kader PKS, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Memang kenyataannya, beberapa kejadian menunjukkan adanya darurat literasi bagi kader PKS. Kasus yang terbaru adalah tersebarnya di kalangan pendukung PKS sebuah tulisan hoax yang menuduh korban penembakan Paris adalah boneka, bukan jasad manusia.
Pabrikasi Isu dan Jebakan
Begitu melimpah bahan untuk dibaca oleh kader partai yang memang terkenal punya hobi membaca. Seorang penulis bernama Erwyn Kurniawan pernah bercerita tentang sosok penjual buku yang selalu mengeluh dagangannya tak begitu laku bila ia jajakan di tengah acara partai. Lantas ada yang menyarankan agar dagangannya itu dijajakan pada acara PKS – sesuatu yang belum pernah dicoba pedagang buku tersebut. Ternyata benar, di acara PKS lah ia bisa mengipas-ngipas lembaran uang dengan penuh senyum.
Itu baru terhadap buku yang untuk memperolehnya harus mengeluarkan uang. Bagaimana lagi bila bahan bacaan itu gratis didapat melalui internet via jejaring sosial, atau aplikasi chatting semisal Whatsapp atau BBM? Kader PKS menikmati benar limpahan informasi ini.
Keluhan Sohibul Iman tadi tentang tabiat manusia di era melimpahnya informasi, berlaku juga buat kader PKS. Puncaknya adalah pada perhelatan pilpres yang lalu. Begitu banyak informasi simpang siur yang sesungguhnya tak layak sebar. Isu Jokowi keturunan Cina, misalnya, sempat dimakan oleh beberapa pendukung PKS di media sosial. Padahal saya dengar langsung dari pengurus PKS di Jawa Tengah bahwa isu itu bohong. Jokowi keturunan Jawa asli.
Sebuah web online punya kontribusi besar dalam penyebaran isu ini. Padahal selama ini web tersebut suka menyudutkan PKS. Terhadap tulisan di web tersebut yang menyudutkan PKS, kader menyangkal. Tetapi terhadap tulisan yang menyudutkan pihak yang berseberangan dengan partainya, kader PKS menelan mentah-mentah tanpa kehati-hatian.
Isu-isu itu seperti dipabrikasi lalu dijadikan “bom” paket yang dikirimkan oleh seorang misterius. Isu Jokowi keturunan Cina memang menjadi “bom” yang sukses meledak di tengah pendukung Prabowo-Hatta. Ada isu lain yang “meledak di tengah jalan”, belum sampai ke tujuan. Misalnya isu “RIP Jokowi” yang belum apa-apa terdeteksi beredar awal dari kalangan pendukung Jokowi-JK. Bisnis.com menulis berita ini dengan judul “WAH...Penyebar 'RIP Jokowi' Diduga Pendukung JKW4P Sendiri”.
Perang rumor pada zaman pilpres lalu memang merupakan yang paling parah. Kedua belah kubu pasangan calon sama-sama mendapat gempuran. Salah satu pihak yang disorot dalam penyebaran isu adalah tabloid Obor Rakyat. Media ini bahkan sempat dipolisikan oleh kubu Jokowi-JK. Lalu berselang setahun kemudian, para pendukung Jokowi semakin geram karena bos pimred Obor Rakyat malah menjabat sebagai Komisaris BUMN. Padahal posisi Komisaris BUMN belakangan banyak ditempati oleh para pendukung Jokowi. Lalu di pihak mana sebenarnya Obor Rakyat ini? Apa tujuan kampanye negatif yang dilakukan Obor Rakyat di pilpres lalu? Victim playing kah?
Di tubuh PKS sejatinya sudah banyak yang curiga adanya pabrikasi isu yang bertujuan menjebak dan meruntuhkan reputasi partai. Si pembuat isu ini tampaknya paham karakter kader PKS yang rakus informasi dan militan membela pihak yang didukungnya. 
Sebuah isu bombastis dihembuskan ke tengah media sosial, tak menunggu lama agar isu itu tersebar kemana-mana, lalu disiapkan bantahannya yang kuat. Dan reputasi penyebar pun hancur sudah.
Karena itu lah pentingnya melek literasi.
Kecerdasan Literasi Buat Kader PKS
“Di medsos ada orang/kelompok yg hobi menghasut. Ada juga orang/kelompok yang gampang dihasut. Jadilah sinergi penghasut+terhasut. Semua jadi kusut. Ada orang/kelompok yang hanya bisa eksis dengan menghasut. Hakikatnya mereka itu pengecut. Mereka sorak bila kita layani. Kita biarkan mereka mati sendiri,” begitu tulis Sohibul Iman di twitter, mensinyalir nyata adanya pelaku pabrikasi isu dan hasutan.
Sekedar melek informasi tidak cukup. Dan menjadi melek informasi di zaman sekarang justru sangat mudah. Yang dibutuhkan adalah melek literasi. Lebih tinggi dari sekedar melek informasi.
Wikipedia mendefinisikan literasi media sebagai “kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar pemirsa sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses.” 
Melek literasi berarti mampu melakukan penilaian terhadap sebuah informasi, bahkan mampu melakukan validasi sehingga tidak terjebak kabar bohong. Juga bisa mendeteksi framing atau spinning sebuah berita.
Salah satu cara memvalidasi kabar adalah dengan tabayun. Itu adalah “kata sakti” yang suka disodorkan kader PKS bila diserang rumor. Artinya, kader PKS paham bagaimana menjadi melek literasi. Saat menyuruh orang lain “tabayun dulu”, artinya kader PKS menuntut orang agar melek literasi.
Bagaimana dengan kader PKS sendiri? Sudahkah mengaplikasikan nasihatnya?
Belajar dari asbabun nuzul turunnya perintah tabayun (mendalami masalah) pada Al-Qur’an surat Al Hujurat ayat 6, sikap menelan bulat-bulat informasi tanpa memeriksanya kembali bisa berujung pada permusuhan hingga pertumpahan darah. Atau istilah yang digunakan Sohibul Iman: irreversible damage.
Harusnya kader PKS menjadi yang terdepan dalam menyikapi rumor. Menjadi teladan bagi masyarakat. Dan sebagai du’at(pendakwah), tradisi tabayun adalah salah satu poin yang harus didakwahkan dan diteladankan. Karena itu merupakan syariat Islam.
Tabayun tak selalu bermakna bertanya langsung kepada yang tertuduh. Justru sebenarnya yang dimintai bukti adalah pihak penuduh, bukan pihak tertuduh. Ulama merumuskan kaidah fiqh yang berbunyi: “Penuduh wajib membawa bukti, sedangkan tertuduh cukup bersumpah”. Jadi yang perlu diperiksa, dianalisa, dan didekontruksi dalam sebuah isu adalah konten tuduhan. Sudahkah ia dilengkapi bukti-bukti yang valid?
Kecerdasan literasi adalah saat berbagai sumber informasi yang dilahap oleh seseorang mampu membuatnya memiliki wawasan yang menopangnya dalam berfikir. Sehingga bila berargumentasi, hujjah yang dibangun punya landasan yang terujuk, bukan sekedar asal membual. Luasnya wawasan seseorang juga melindunginya dari kabar-kabar bohong. Bukan kah salah satu karakter yang ingin dicapai dalam program pembinaan kepribadian Islam di PKS adalah “mutsqofatul fikr”,atau fikiran yang berwawasan?
Materi ghozwul fikri yang diterima oleh kader PKS melalui pembimbing keislamannya harus ditempatkan dalam posisi yang tepat. Mengabaikan ghozwul fikri, bisa membuat seorang muslim hanyut dalam skenario pihak yang terjangkit islamophobia yang menginginkan umat Islam jauh dari aqidahnya. Tetapi menghayati materi ini di luar batas, bisa membuat paranoid. Sikap begini mudah sekali mengafirmasi kabar-kabar bohong seputar teori konspirasi. Makanya, ada yang menelan mentah-mentah tulisan hoax “korban Paris adalah boneka”.
PKS punya perangkat untuk membuat kadernya melek literasi, melalui program pembinaan keislaman tiap pekan. Di tubuh PKS terdapat juga praktisi jurnalistik, blogger/penulis yang melek literasi, atau pakar informasi yang bisa merumuskan sebuah kurikulum dalam membenahi mental kader PKS di dunia maya. Perlu ada pelatihan menginvestigasi isu. Atau paling banter, menggencarkan nasihat agar mengabaikan kabar yang tidak mampu diverifikasi.
Ikhtiar-ikhtiar tersebut perlu diwujudkan bila benar ada keinginan untuk memperbaiki kemampuan kader PKS dalam berliterasi, sehingga tidak lagi menjadi bulan-bulanan pihak yang mempabrikasi isu.

Tautan:

Kamis, 14 Agustus 2014

Telaah Kebijakan Pemerintah tentang Aborsi

Beberapa Media akhir-akhir diantaranya Republika Online pada tanggal 11 Agustus 2014 menulis: Komnas Perempuan menilai, PP Nomor 61/2014 sudah tepat. Karena PP itu dinilai dapat mengurangi dampak psikoligis wanita yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan.
"Ya kami setuju, pertimbangannya lebih pada trauma yang dialami korban perkosaan akan berganda ketika mereka mengalami kehamilan yang tidak diinginkan," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Desi Murdjiana kepada Republika, Ahad (10/8).

Dengan adanya PP itu, menurut Desi, negara sudah melakukan langkah yang tepat. Karena telah membolehkan perempuan yang diperkosa dapat menggugurkan kandungannya. 

Apalagi, kata Desi, perkosaan tidak bisa digolongkan dengan masalah sosial biasa. Tak hanya itu, UU Kesehatan dan PP itu juga bisa membatasi kategori korban pemerkosaan dan bukan. 

Hal itu yang menjadi tugas penegak hukum dan tenaga ahli medis. Mereka harus dapat membuktikan apakah wanita itu korban pemerkosaan atau bukan.

"Jadi tidak semua orang dengan mudah mengaku sebagai korban perkosaan hanya alasan untuk bisa aborsi," katanya. 


Terjadi Aborsi tersebut sangat berkaitan dengan kejadian manusia dari mulai dalam rahim. Pada Hakekatnya terjadinya manusia yang melalui tahap proses kejadian manusia dalam rahim ibu, berupa nutfah 40 hari, berupa ‘alaqah 40 hari, berupa mudgah 40 hari sampai menjadi mahluk berbentuk manusia yang lengkap kemudian ditiupkan ruh kehidupan. Dengan demikian, janin baru bisa dikatakan sebagai mahluk hidup setelah melampaui waktu 120 hari atau 4 bulan, yakni memasuki minggu ke 18 dari terjadinya konsepsi atau pembuahan.

NUTFAH : iaitu peringkat pertama bermula selepas persenyawaan atau minggu pertama. Ianya bermula setelah berlakunya percampuran air mani
Maksud firman Allah dalam surah al-Insan : 2

       " Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia  daripada setitis air mani yang bercampur yang Kami (hendak mengujinya dengan perintah dan larangan), kerana itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat "

 Menurut Ibn Jurair al-Tabari, asal perkataan nutfah ialah nutf ertinya air yang sedikit yang terdapat di dalam sesuatu bekas samada telaga, tabung dan sebagainya. Sementara perkataan amsyaj berasal daripada perkataan masyj yang bererti percampuran

Berasaskan kepada makna perkataan tersebut maksud ayat di atas ialah sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan manusia daripada air mani lelaki dan air mani perempuan.

Daripada nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang berlainan , tingkahlaku yang berbeza serta menjadikan lelaki dan perempuan. Daripada nutfah lelaki akan terbentunya saraf, tulang dan fakulti , manakala dari nutfah perempuan akan terbentuknya darah dan daging.

ALAQAH : Peringkat pembentukan alaqah ialah pada hujung minggu pertama / hari ketujuh . Pada hari yang ketujuh telor yang sudah disenyawakan itu akan tertanam di dinding rahim (qarar makin). Selepas itu Kami mengubah nutfah menjadi alaqah.

Firman Allah yang bermaksud
" Kemudian Kami mengubah nutfah menjadi alaqah" al-Mukminun : 14

Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan alaqah dengan makna segumpal darah. Ini mungkin dibuat berasaskan pandangan mata kasar. Alaqah sebenarnya suatu benda yang amat seni yang diliputi oleh darah. Selain itu alaqah mempunyai beberapa maksud :

-       sesuatu yang bergantung atau melekat
-       pacat atau lintah
-       suatu buku atau ketulan darah

MUDGHAH : Pembentukan mudghah dikatakan berlaku pada minggu keempat. Perkataan mudghah disebut sebanyak dua kali di dalam al-Quran iaitu surah al-Hajj ayat 5 dan surah al-Mukminun ayat 14

Firman Allah: "lalu Kami ciptakan darah beku itu menjadi seketul daging"
Al-Mukminun : 14

Diperingkat ini sudah berlaku pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan anggota-anggota yang lain. Selain itu sistem pernafasan bayi sudah terbentuk.Vilus yang tertanam di dalam otot-otot ibu kini mempunyai saluran darahnya sendiri. Jantung bayi pula mula berdengup. Untuk perkembangan seterusnya, darah mula mengalir dengan lebih banyak lagi kesitu bagi membekalkan oksigen dan pemakanan yang secukupnya. Menjelang tujuh minggu sistem pernafasan bayi mula berfungsi sendiri.

Bagaimana dengan Aborsi? Apakah dibolehkan dalam Islam?


Aborsi merupakan menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1.   Aborsi Spontan / Alamiah
2.   Aborsi Buatan / Sengaja
3.   Aborsi Terapeutik / Medis

Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.  Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma, sedangkan

Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).

Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.  Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa. 

Para ulama sepakat untuk mengharamkan pengguguran yang dilakukan pada waktu janin sudah diberi nyawa. Perbuatan itu di pandang sebagai tindakan pidana (jarimah) yang tidak halal dilakukan oleh seorang muslim, sebab penguguran seperti itu sama dengan pembunuhan terhadap manusia yang telah sempurna wujudnya. Jumhur ulama mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali termasuk yang melarang pengguguran pada setiap pertumbuhan janin tanpa alasan, dan ulama-ulama kontemporer seperti Mahmoud Syaltout.

Apabila Islam telah membolehkan seorang muslim untuk mencegah kehamilan karena suatu alasan yang mengharuskan, maka di balik itu Islam tidak membenarkan menggugurkan kandungan apabila sudah wujud.

Jika aborsi dilakukan sebelum nafkhi ar-ruh, maka tentang hukumnya terdapat empat pendapat fuqaha. Pertama, mubah secara mutlak tanpa harus ada alasan medis ('uzur) menurut ulama Zaidiyyah, kelompok ulama Hanafi walaupun sebagian mereka membatasi dengan keharusan adanya alasan medis, sebagian ulama Syafi'i, serta sejumlah ulama Maliki dan Hambali. Kedua, mubah karena alasan medis dan makruh jika tanpa 'uzur menurut ulama Hanafi dan sekelompok ulama Syafi'i. Ketiga, makruh secara mutlak dan menurut sebagian ulama Maliki. Keempat, haram menurut pendapat mu'tamad (yang dipedomani) ulama Maliki sejalan dengan mazhab Zahiri yang mengharamkan 'azl, hal itu disebabkan telah adanya kehidupan pada janin yang memungkinkannya tumbuh berkembang. Jika aborsi dilakukan setelah nafkhi ar-ruh pada janin, maka semua pendapat fuqaha 'uzur perbuatan itu diancam dengan sanksi pidana manakala janin keluar dalam keadaan mati, dan sanksi tersebut oleh fuqaha disebut dengan gurrah.

Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 4 Tahun 2005 tentang aborsi adalah:

Pertama: Ketentuan Umum

1.     Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.
2.     Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.

Kedua: Ketentuan Hukum

1.     Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).
2.     Aborsi dibolehkan karena adanya udzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.

                      Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah:

-       Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.
-       Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.


Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:
-       Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.
-       Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.
(               
                 Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.

3.     Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.

Oleh karena itu, Pemerintah melalui peraturan mengatur tentang kesehatan reproduksi, telah mengatur tentang aborsi. Dimana negara pada prinsipnya melarang tindakan aborsi, larangan tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Tetapi kenyataannya, tindakan aborsi pada beberapa kondisi medis merupakan satu-satunya jalan yang harus dilakukan tenaga medis untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yang mengalami permasalahan kesehatan atau komplikasi yang serius pada saat kehamilan.


Pada kondisi berbeda akibat pemaksaan kehendak pelaku, seorang korban perkosaan akan menderita secara fisik, mental, dan sosial. Dan kehamilan akibat perkosaan akan memperparah kondisi mental korban yang sebelumnya telah mengalami trauma berat akibat peristiwa perkosaan tersebut. Trauma mental yang berat juga akan berdampak buruk bagi perkembangan janin yang dikandung korban. Oleh karena itu, sebagian besar korban perkosaan mengalami reaksi penolakan terhadap kehamilannya dan menginginkan untuk melakukan aborsi.

Mengenai tindakan aborsi ini, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada prinsipnya sejalan dengan ketentuan peraturan pidana yang ada, yaitu melarang setiap orang untuk melakukan aborsi. Namun, dalam tataran bahwa negara harus melindungi warganya dalam hal ini perempuan yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan akibat perkosaan, serta melindungi tenaga medis yang melakukannya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan membuka pengecualian untuk aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.

Untuk masalah aborsi akibat perkosaan, beberapa ketentuan yang diatur dalam PP No 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi adalah:

-       Dalam Pasal 34

(1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a.     usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
b.     keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.


-       Dalam Pasal 35

(1)   Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab.
(2)   Praktik aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.     dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar;
b.     dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri;
c.      atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan;
d.     dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e.     tidak diskriminatif; dan
f.      tidak mengutamakan imbalan materi.
(3)   Dalam hal perempuan hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak dapat memberikan persetujuan, persetujuan aborsi dapat diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.
(4)   Dalam hal suami tidak dapat dihubungi, izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.

-       Pasal 36

(1) Dokter yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a harus mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi.
(2) Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan anggota tim kelayakan aborsi atau dokter yang memberikan surat keterangan usia kehamilan akibat perkosaan.
(3) Dalam hal di daerah tertentu jumlah dokter tidak mencukupi, dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari anggota tim kelayakan aborsi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

-       Pasal 37
(1)   Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling.
(2)   Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi konseling pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor.
(3)   Konseling pra tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:
a.     menjajaki kebutuhan dari perempuan yang ingin melakukan aborsi;
b.     menyampaikan dan menjelaskan kepada perempuan yang ingin melakukan aborsi bahwa tindakan aborsi dapat atau tidak dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang;
c.      menjelaskan tahapan tindakan aborsi yang akan dilakukan dan kemungkinan efek samping atau komplikasinya;
d.     membantu perempuan yang ingin melakukan aborsi untuk mengambil keputusan sendiri untuk melakukan aborsi atau membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi; dan
e.     menilai kesiapan pasien untuk menjalani aborsi.
(4)   Konseling pasca tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:
a.     mengobservasi dan mengevaluasi kondisi pasien setelah tindakan aborsi;
b.     membantu pasien memahami keadaan atau kondisi fisik setelah menjalani aborsi;
c.      menjelaskan perlunya kunjungan ulang untuk pemeriksaan dan konseling lanjutan atau tindakan rujukan bila diperlukan; dan
d.     menjelaskan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan.

Pasal 38
  1.         Dalam hal korban perkosaan memutuskan membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf d atau tidak memenuhi ketentuan untuk dilakukan tindakan aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), korban perkosaan dapat diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan.
  2.         Anak yang dilahirkan dari ibu korban perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diasuh oleh keluarga.
  3.      Dalam hal keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak untuk mengasuh anak yang dilahirkan dari korban perkosaan, anak menjadi anak asuh yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


-       Pasal 39

(1) Setiap pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan ada manfaatnya.

Jakarta, 14 Agustus 2014



Edward Arif