Kamis, 14 Agustus 2014

Telaah Kebijakan Pemerintah tentang Aborsi

Beberapa Media akhir-akhir diantaranya Republika Online pada tanggal 11 Agustus 2014 menulis: Komnas Perempuan menilai, PP Nomor 61/2014 sudah tepat. Karena PP itu dinilai dapat mengurangi dampak psikoligis wanita yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan.
"Ya kami setuju, pertimbangannya lebih pada trauma yang dialami korban perkosaan akan berganda ketika mereka mengalami kehamilan yang tidak diinginkan," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Desi Murdjiana kepada Republika, Ahad (10/8).

Dengan adanya PP itu, menurut Desi, negara sudah melakukan langkah yang tepat. Karena telah membolehkan perempuan yang diperkosa dapat menggugurkan kandungannya. 

Apalagi, kata Desi, perkosaan tidak bisa digolongkan dengan masalah sosial biasa. Tak hanya itu, UU Kesehatan dan PP itu juga bisa membatasi kategori korban pemerkosaan dan bukan. 

Hal itu yang menjadi tugas penegak hukum dan tenaga ahli medis. Mereka harus dapat membuktikan apakah wanita itu korban pemerkosaan atau bukan.

"Jadi tidak semua orang dengan mudah mengaku sebagai korban perkosaan hanya alasan untuk bisa aborsi," katanya. 


Terjadi Aborsi tersebut sangat berkaitan dengan kejadian manusia dari mulai dalam rahim. Pada Hakekatnya terjadinya manusia yang melalui tahap proses kejadian manusia dalam rahim ibu, berupa nutfah 40 hari, berupa ‘alaqah 40 hari, berupa mudgah 40 hari sampai menjadi mahluk berbentuk manusia yang lengkap kemudian ditiupkan ruh kehidupan. Dengan demikian, janin baru bisa dikatakan sebagai mahluk hidup setelah melampaui waktu 120 hari atau 4 bulan, yakni memasuki minggu ke 18 dari terjadinya konsepsi atau pembuahan.

NUTFAH : iaitu peringkat pertama bermula selepas persenyawaan atau minggu pertama. Ianya bermula setelah berlakunya percampuran air mani
Maksud firman Allah dalam surah al-Insan : 2

       " Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia  daripada setitis air mani yang bercampur yang Kami (hendak mengujinya dengan perintah dan larangan), kerana itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat "

 Menurut Ibn Jurair al-Tabari, asal perkataan nutfah ialah nutf ertinya air yang sedikit yang terdapat di dalam sesuatu bekas samada telaga, tabung dan sebagainya. Sementara perkataan amsyaj berasal daripada perkataan masyj yang bererti percampuran

Berasaskan kepada makna perkataan tersebut maksud ayat di atas ialah sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan manusia daripada air mani lelaki dan air mani perempuan.

Daripada nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang berlainan , tingkahlaku yang berbeza serta menjadikan lelaki dan perempuan. Daripada nutfah lelaki akan terbentunya saraf, tulang dan fakulti , manakala dari nutfah perempuan akan terbentuknya darah dan daging.

ALAQAH : Peringkat pembentukan alaqah ialah pada hujung minggu pertama / hari ketujuh . Pada hari yang ketujuh telor yang sudah disenyawakan itu akan tertanam di dinding rahim (qarar makin). Selepas itu Kami mengubah nutfah menjadi alaqah.

Firman Allah yang bermaksud
" Kemudian Kami mengubah nutfah menjadi alaqah" al-Mukminun : 14

Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan alaqah dengan makna segumpal darah. Ini mungkin dibuat berasaskan pandangan mata kasar. Alaqah sebenarnya suatu benda yang amat seni yang diliputi oleh darah. Selain itu alaqah mempunyai beberapa maksud :

-       sesuatu yang bergantung atau melekat
-       pacat atau lintah
-       suatu buku atau ketulan darah

MUDGHAH : Pembentukan mudghah dikatakan berlaku pada minggu keempat. Perkataan mudghah disebut sebanyak dua kali di dalam al-Quran iaitu surah al-Hajj ayat 5 dan surah al-Mukminun ayat 14

Firman Allah: "lalu Kami ciptakan darah beku itu menjadi seketul daging"
Al-Mukminun : 14

Diperingkat ini sudah berlaku pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan anggota-anggota yang lain. Selain itu sistem pernafasan bayi sudah terbentuk.Vilus yang tertanam di dalam otot-otot ibu kini mempunyai saluran darahnya sendiri. Jantung bayi pula mula berdengup. Untuk perkembangan seterusnya, darah mula mengalir dengan lebih banyak lagi kesitu bagi membekalkan oksigen dan pemakanan yang secukupnya. Menjelang tujuh minggu sistem pernafasan bayi mula berfungsi sendiri.

Bagaimana dengan Aborsi? Apakah dibolehkan dalam Islam?


Aborsi merupakan menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.

Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1.   Aborsi Spontan / Alamiah
2.   Aborsi Buatan / Sengaja
3.   Aborsi Terapeutik / Medis

Aborsi spontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.  Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma, sedangkan

Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).

Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.  Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa. 

Para ulama sepakat untuk mengharamkan pengguguran yang dilakukan pada waktu janin sudah diberi nyawa. Perbuatan itu di pandang sebagai tindakan pidana (jarimah) yang tidak halal dilakukan oleh seorang muslim, sebab penguguran seperti itu sama dengan pembunuhan terhadap manusia yang telah sempurna wujudnya. Jumhur ulama mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali termasuk yang melarang pengguguran pada setiap pertumbuhan janin tanpa alasan, dan ulama-ulama kontemporer seperti Mahmoud Syaltout.

Apabila Islam telah membolehkan seorang muslim untuk mencegah kehamilan karena suatu alasan yang mengharuskan, maka di balik itu Islam tidak membenarkan menggugurkan kandungan apabila sudah wujud.

Jika aborsi dilakukan sebelum nafkhi ar-ruh, maka tentang hukumnya terdapat empat pendapat fuqaha. Pertama, mubah secara mutlak tanpa harus ada alasan medis ('uzur) menurut ulama Zaidiyyah, kelompok ulama Hanafi walaupun sebagian mereka membatasi dengan keharusan adanya alasan medis, sebagian ulama Syafi'i, serta sejumlah ulama Maliki dan Hambali. Kedua, mubah karena alasan medis dan makruh jika tanpa 'uzur menurut ulama Hanafi dan sekelompok ulama Syafi'i. Ketiga, makruh secara mutlak dan menurut sebagian ulama Maliki. Keempat, haram menurut pendapat mu'tamad (yang dipedomani) ulama Maliki sejalan dengan mazhab Zahiri yang mengharamkan 'azl, hal itu disebabkan telah adanya kehidupan pada janin yang memungkinkannya tumbuh berkembang. Jika aborsi dilakukan setelah nafkhi ar-ruh pada janin, maka semua pendapat fuqaha 'uzur perbuatan itu diancam dengan sanksi pidana manakala janin keluar dalam keadaan mati, dan sanksi tersebut oleh fuqaha disebut dengan gurrah.

Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 4 Tahun 2005 tentang aborsi adalah:

Pertama: Ketentuan Umum

1.     Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.
2.     Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.

Kedua: Ketentuan Hukum

1.     Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).
2.     Aborsi dibolehkan karena adanya udzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.

                      Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah:

-       Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.
-       Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.


Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:
-       Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.
-       Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.
(               
                 Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.

3.     Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.

Oleh karena itu, Pemerintah melalui peraturan mengatur tentang kesehatan reproduksi, telah mengatur tentang aborsi. Dimana negara pada prinsipnya melarang tindakan aborsi, larangan tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Tetapi kenyataannya, tindakan aborsi pada beberapa kondisi medis merupakan satu-satunya jalan yang harus dilakukan tenaga medis untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yang mengalami permasalahan kesehatan atau komplikasi yang serius pada saat kehamilan.


Pada kondisi berbeda akibat pemaksaan kehendak pelaku, seorang korban perkosaan akan menderita secara fisik, mental, dan sosial. Dan kehamilan akibat perkosaan akan memperparah kondisi mental korban yang sebelumnya telah mengalami trauma berat akibat peristiwa perkosaan tersebut. Trauma mental yang berat juga akan berdampak buruk bagi perkembangan janin yang dikandung korban. Oleh karena itu, sebagian besar korban perkosaan mengalami reaksi penolakan terhadap kehamilannya dan menginginkan untuk melakukan aborsi.

Mengenai tindakan aborsi ini, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada prinsipnya sejalan dengan ketentuan peraturan pidana yang ada, yaitu melarang setiap orang untuk melakukan aborsi. Namun, dalam tataran bahwa negara harus melindungi warganya dalam hal ini perempuan yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan akibat perkosaan, serta melindungi tenaga medis yang melakukannya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan membuka pengecualian untuk aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.

Untuk masalah aborsi akibat perkosaan, beberapa ketentuan yang diatur dalam PP No 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi adalah:

-       Dalam Pasal 34

(1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a.     usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
b.     keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.


-       Dalam Pasal 35

(1)   Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab.
(2)   Praktik aborsi yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.     dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar;
b.     dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri;
c.      atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan;
d.     dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e.     tidak diskriminatif; dan
f.      tidak mengutamakan imbalan materi.
(3)   Dalam hal perempuan hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak dapat memberikan persetujuan, persetujuan aborsi dapat diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.
(4)   Dalam hal suami tidak dapat dihubungi, izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.

-       Pasal 36

(1) Dokter yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a harus mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi.
(2) Dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan anggota tim kelayakan aborsi atau dokter yang memberikan surat keterangan usia kehamilan akibat perkosaan.
(3) Dalam hal di daerah tertentu jumlah dokter tidak mencukupi, dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari anggota tim kelayakan aborsi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

-       Pasal 37
(1)   Tindakan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling.
(2)   Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi konseling pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor.
(3)   Konseling pra tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:
a.     menjajaki kebutuhan dari perempuan yang ingin melakukan aborsi;
b.     menyampaikan dan menjelaskan kepada perempuan yang ingin melakukan aborsi bahwa tindakan aborsi dapat atau tidak dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang;
c.      menjelaskan tahapan tindakan aborsi yang akan dilakukan dan kemungkinan efek samping atau komplikasinya;
d.     membantu perempuan yang ingin melakukan aborsi untuk mengambil keputusan sendiri untuk melakukan aborsi atau membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi; dan
e.     menilai kesiapan pasien untuk menjalani aborsi.
(4)   Konseling pasca tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tujuan:
a.     mengobservasi dan mengevaluasi kondisi pasien setelah tindakan aborsi;
b.     membantu pasien memahami keadaan atau kondisi fisik setelah menjalani aborsi;
c.      menjelaskan perlunya kunjungan ulang untuk pemeriksaan dan konseling lanjutan atau tindakan rujukan bila diperlukan; dan
d.     menjelaskan pentingnya penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan.

Pasal 38
  1.         Dalam hal korban perkosaan memutuskan membatalkan keinginan untuk melakukan aborsi setelah mendapatkan informasi mengenai aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf d atau tidak memenuhi ketentuan untuk dilakukan tindakan aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2), korban perkosaan dapat diberikan pendampingan oleh konselor selama masa kehamilan.
  2.         Anak yang dilahirkan dari ibu korban perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diasuh oleh keluarga.
  3.      Dalam hal keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak untuk mengasuh anak yang dilahirkan dari korban perkosaan, anak menjadi anak asuh yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


-       Pasal 39

(1) Setiap pelaksanaan aborsi wajib dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas kesehatan provinsi.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan.

Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan ada manfaatnya.

Jakarta, 14 Agustus 2014



Edward Arif

Jumat, 08 Agustus 2014

Pilih jadi KADER atau KEDER

Dalam Wikipedia Kader adalah orang atau kumpulan orang yang dibina oleh suatu lembaga kepengurusan dalam sebuah organisasi, baik sipil maupun militer, yang berfungsi sebagai 'pemihak' dan atau membantu tugas dan fungsi pokok organisasi tersebut (Nano Wijaya). Dalam hal membantu tugas dan fungsi pokok organisasi tersebut, seorang kader dapat berasal dari luar organisasi tersebut dan biasanya merupakan simpatisan yang berasaz dan bertujuan sama dengan institusi organisasi yang membinanya(Nano Wijaya). Pada umumnya penggunaan kata 'kader' sangat lekat pada partai politik, namum organisasi kemasyarakatan juga mempunyai kader-kader yang membantu tugas ormas tersebut, misal: kader kesehatan; yang mana mereka bukan pegawai dinas yang melaksanakan fungsi kesehatan. Kaderisasi merupakan usaha pembentukan seorang kader secara terstruktur dalam organisasi yang biasanya mengikuti suatu silabus tertentu.

Sedangkan Keder adalah orang atau kumpulan orang yang disusupi oleh rasa takut akan sesuatu tantangan atau rintangan baik sebelum dilewati maupun setelah dilewati, seperti dalam Al-Quran menceritakan kisah Bani Israel bersama Musa a.s., dengan kekerdilan jiwa dan sifat pengecut mereka, ketika mereka diperintahkan untuk memasuki Tanah Suci. Mereka menolak untuk memasukinya, meskipun Musa a.s. langsung memimpin mereka. Mereka menampakkan rasa takut mereka terhadap kematian dan cinta dunia. Mereka tetap menolak untuk memasuki Tanah Suci. Mereka lebih memilih untuk kembali murtad. "Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, 'Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian dan dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang lain. Hai kaumku, masuklah ke Tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagi kalian, dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kalian menjadi orang-orang yang merugi'." (QS. Al-Ma'idah: 20-21)

Kita lupakan Keder mari kita mengulas Nilai-nilai Kader yang ingin saya sampaikan agar menjadi suri tauladan diantara kita yang mencintai kemajuan baik di keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.

Kader secara terstruktur merupakan pendidikan formal yang dilakukan baik di sekolah maupun di organisasi. Kader tersebut ditempa dalam jenjang yang terukur dan dapat dievaluasi apakah seorang kader tersebut memiliki kemajuan atau tidak.

Untuk di sekolah kita kenal mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, pelajaran yang didapat disamping, berhitung, membaca dan menghapal, juga mendapat pelajaran-pelajaran intra sekolah seperti Kelompok bermain, Organisasi Intra Sekolah, Pramuka, dan Kelompok Ilmiah Remaja (KIR).

Sedangkan di organisasi luar Sekolah, kita mengenal organisasi Kader seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik  Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (Kammi). Organisasi-organisasi membina perkaderan secara structural dan kultural di kalangan mahasiswa kampus.

Kurikulum yang mereka (organisasi-organisasi) ini dalam penerapannya lebih condong ke arah internal keanggotaan. Sehingga produk-produk perkaderan ini akan terlihat secara kekentalan militansinya disaat peran mereka di kampus-kampus masing-masing.

Seperti di HMI yang saya kenal, memiliki jenjang perkaderan secara akademik, ada Pra Latihan Kader (masa perkenalan HMI), Latihan Kader I (mereka yang LK I adalah telah memiliki sertifikat PLK atau lulus dalam screening Steering Committee atau Master Of Training).  Jenjang LK II (dimana seorang kader LK I telah melalui 6 bulan pasca LK I atau telah direkomendasikan untuk duduk di kepengurusan Cabang) dan LK III adalah jenjang mereka yang telah LK II atau telah mengabdi di Cabang selama 1 tahun atau mereka yang telah LK II direkomendasikan untuk duduk di Kepengurusan Badan Koordinasi (Badko) atau Pengurus Besar (PB).

Landasan  Perkaderan di HMI

Landasan perkaderan merupakan pijakan pokok atau pondasi yang dijadikan sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam proses perkaderan HMI. Untuk itu, dalam melaksanakan perkaderan HMI bertitik tolak pada 5 (lima) landasan, sebagai berikut:

• LandasanTeologis

Sesungguhnya ketauhidan manusia adalah fitrah (Q.S. Ar-Rum : 30) yang di- awali dengan perjanjian primordial dalam bentuk pengakuan kepada Tuhan sebagai Zat pencipta (Q.S. Al-A’araf : 172). Bentuk pengakuan tersebut merupakan penggambaran ketaklukan manusia kepada zat yang lebih tinggi. Kesanggupan- nya menerima kontrak primordial tersebut mendapat konsekuensi logis dengan peniupan ruh Tuhan ke dalam jasad manusia yang pada akhirnya harus dipertang- gung jawabkan terhadap apa yang dilakukannya di dunia kepada pemberi mandat kehidupan.

Peniupan roh Tuhan sekaligus menggambarkan refleksi sifat sifat Tuhan ke- pada manusia. Maka seluruh potensi illahiyah secara ideal dimiliki oleh manusia. Prasyarat inilah yang memungkinkan manusia menjadi khalifah di muka bumi. Seyogyanya tugas kekhalifahan manusia di bumi berarti menyebarkan nilai nilai illahiyah dan sekaligus menginterpretasikan realitas sesuai dengan perspektif illa hiyah tersebut. Namun proses materialisasi manusia melalui jasad menimbulkan konsekuensi baru dalam wujud reduksi nilai nilai illahiyah. Manusia hidup dalam realitas fisik yang dalam konteks ini manusia hanya “mengada” (being). Hanya dengan “kesadaran” (conciosness) lah manusia menemukan realitas “menjadi” (becoming)

Manusia yang “menjadi” adalah manusia yang mempunyai kesadaran akan aspek transendent sebagai realitas tertinggi dalam hal ini konsepsi syahadat akan ditafsirkan sebagai monotheisme radikal. Kalimat syahadat pertama berisi negasi yang seolah meniadakan semua yang berbentukTuhan. Kalimat kedua lalu men- jadi afirmasi sekaligus penegasan atas Zat yang maha tunggal (Allah). Menjiwai konsepsi di atas maka perjuangan kernanusiaan adalah melawan segala sesuatu yang membelenggu manusia dari yang di-Tuhan-kan. Itulah thogut dalam pers- pektif Qur’an.

Dalam menjalani fungsi kekhalifahannya maka internalisasi sifat Allah dalam diri manusia harus menjadi sumber inspirasi. Dalam konteks ini tauhid menjadi aspek progresif dalam menyikapi persoalan persoalan mendasar manusia. Karena Tuhan adalah pemelihara kaum yang lemah (rabbulmustadh’afin); maka menela- dani Tuhan juga berarti keberpihakan kepada kaum mustadh’afin. Pemahaman ini akan mengarahkan pada pandangan bahwa ketauhidan adalah nilai nilai yang ber- sifat transformatif, nilai nilai yang membebaskan, nilai yang berpihak dan nilai nilai yang bersifat revolusioner. Spirit inilah yang harus menjadi paradigma dalam sistem perkaderan HMI.

• Landasan Ideologis

Islam sebagai landasan nilai yang secara sadar dipilih untuk menjawab kebutuhan kebutuhan serta masalah-masalah yang terjadi dalam suatu komunitas masyarakat (transformatif). Ia mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan dan idealisme yang dicita-citakan, yang untuk tujuan dan idealisme tersebut mereka rela berjuang dan berkorban bagi keyakinannya. Ideologi Islam senantiasa mengilhami dan memimpin serta mengorganisir perjuangan, perlawanan dan pengorbanan yang luar biasa untuk melawan semua status quo, belenggu dan penindasan terhadap ummat manusia

Dalam sejarah Islam Nabi Muhammad telah memerkenalkan Ideologi dan mengubahnya menjadi keyakinan, serta memimpin rakyat kebanyakan dalam praktek-praktek mereka melawan kaum penindas. Nabi Muhammad lahir dan muncul dari tengah-tengah kebanyakan yang oleh Al Qur’an dijuluki sebagai “ummi”. Kata “ummi” (yang biasa diartikan buta huruf) menurut Syari’ati (dalam bukunya Ideologi kaum Intelektual) yang disifatkan pada Nabi berarti bahwa ia dari kelas rakyat yang termasuk di dalamnya adalah orang orang awam yang butu huruf, para budak, anak yatim, janda dan orang orang miskin (mustadh’afin) yang luar biasa menderitanya, dan bukan berasal dari orang orang terpelajar, borjuis dan elite penguasa. Dari komunitas inilah Muhammad memulai dakwahnya untuk mewujudkan cita cita ideal Islam.

Cita cita ideal Islam adalah, adanya transformasi terhadap ajaran ajaran dasar Islam tentang persaudaraan universal (Universal Brotherhood), keseteraan (Equality) keadilan sosial (Social Justice), dan keadilan ekonomi (Economical Justice) sebuah cita cita yang memiliki aspek liberatif, sehingga dalam usaha untuk mewujudkannya membutuhkan keyakinan, tanggung jawab, keterlibatan dan komitmen, karena pada dasarnya sebuah ideologi menuntut penganutnya bersikap setia (Committed).

Dalam usaha untuk mewujudkan cita cita, pertama, persaudaraan universal dan kesetaraan (equality), Islam telah menekankan kesatuan manusia (unity of mankind) yang ditegaskan dalam Al Qur’an, “Hai manusia ! kami ciptakan kamu dari laki laki dan perempuan, kami jadikan karnu berbangsa-bangsa dan bersuku suku supaya kamu safing, mengenaL Sungguh yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah maha Mengetahui." (QS Al Hujarat) : 13). Ayat ini secara jelas membantah sernua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan atau keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya keshalehan, baik keshalehan ritual maupun keshalehan sosial, sebagaimana Al Qur’an menyatakan, “Hai orang orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri karena Allah, menjadi saksi dengan keadilan. Janganlah karena kebencianmu kepada suatu kaum, sehingga kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena keadilan itu lebih dekat kepada taqwa dan takutlah kepada Allah…” (QS. Al Maidah : 8)

Kedua, Islam sangat menekankan kepada keadilan di semua aspek kehidupan. Dan keadilan tersebut tidak akan tercipta tanpa membebaskan masyarakat lemah dan marjinal dari penderitaan, serta memberi kesempatan kepada mereka (kaum mustadh’afin) untuk menjadi pemimpin. Menurut Al Qur’an mereka adalah pernimpin dan pewaris dunia. “Kami hendak memberikan karunia kepada orang orang tertindas di rnuka burni. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi” (QS. Al Qashash: 5) “Dan kami wariskan kepada kaum yang tertindas seluruh timur bumi dan seluruh baratnya yang kami berkati. “ (QS. Al A’raf : 37).

Di tengah-tengah suatu bangsa, ketika orang orang kaya hidup mewah di atas penderitaan orang miskin, ketika budak budak merintih dalam belenggu tuannya, ketika para penguasa membunuh rakyat yang tak berdaya hanya untuk kesenangan, ketika para hakim mernihak pemilik kekayaan dan penguasa, mereka memasukkan orang orang kecil yang tidak berdosa ke penjara. Muhammad SAW menyampaikan pesan Rabbulmusstadh’afin : “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang yang tertindas, baik laki laki, perempuan dan anak-anak yang berdo’a, Tuhan kami ! Keluarkanlah kami dari negeri yang penduduknya berbuat zalim, dan berilah kami perlindungan dan pertolongan dari sisi Engkau.” (QS. An- Nisa : 75). Dalam ayat ini menurut Asghar Ali Engineer (dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan) Al-Qur’an mengungkapkan teori “kekerasan yang membebaskan”, “Perangilah mereka itu, hingga tidak ada fitnah.” (Q.S. Al-Anfal : 39) Al-Qur’an dengan tegas mengutuk Zulm (penindasan). Allah tidak menyukai kata-kata yang kasar kecuali oleh orang yang tertindas. “Allah tidak menyukai perkataan yang kasar/jahat (memaki), kecuali bagi orang yang teraniaya….” (QS. An-Nisa’ : 148).

Ketiga, Al Qur’an sangat menekankan keadilan ekonomi yang distributive. Keadilan ini seratus persen menentang penumpukan dan penimbunan harta kekayaan. Al Qur’an sejauh mungkin menganjurkan agar orang orang kaya hartanya untuk anak yatim, janda-janda dan fakir miskin. “Adakah engkau ketahui orang yang mendustakan agarna? Mereka itu adalah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menyuruh memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang yang shalat, yang meraka itu lalai dari shalatnya, dan mereka itu riya, enggan memberikan zakatnya. “ (QS. AI Mauun : 1 7).

Al Qur’an tidak menginginkan harta kekayaan itu hanya berputar di antara orang orang kaya saja. “Apa-apa (harta rarnpasan) yang diberikan Allah kepada Rasul Nya dari penduduk negeri (orang-orang kafir), maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, untuk karib kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang berjalan, supaya jangan harta itu beredar antara orang orang kaya saja di antara kamu … “ (QS. Al Hasyr : 7). Al Qur’an juga memperingatkan manusia agar tidak suka menghitung hitung harta kekayaannya, karena hartanya tidak akan memberikan kehidupan yang kekal. Orang yang suka menumpuk numpuk dan menghitung-hitung harta benar benar akan dilemparkan ke dalam bencana yang mengerikan, yakni api neraka yang menyala-nyala (QS. Al Humazah :1 9). Kemudian juga pada Surat At Taubah : 34 AI Qur’an memberikan beberapa peringatan keras kepada mereka yang suka menimbun harta dan mendapatkan hartanya dari hasil eksploitasi (riba) dan tidak membelanjakannya di jalan Allah.

Pada masa Rasulullah SAW. Banyak sekali orang yang terjerat dalam perangkap hutang karena praktek riba. AI Qur’an dengan tegas melarang riba dan memperingatkan siapa saja yang melakukannya akan diperangi oleh Allah dan Rasul Nya (Iihat, QS. Al Baqarah: 275 279 dan Ar Rum – 39). Demikianlah Allah dan Rasul Nya, telah mewajibkan untuk melakukan perjuangan membela kaum kaum yang tertindas, dan mereka (Allah dan Rasul Nya) telah memposisikan diri sebagai pembela mustadh’afin

Dalam keseluruhan proses Aktivitas manusia di dunia ini, Islam selalu mendesak manusia untuk terus memperjuangkan harkat kemanusiaan, menghapuskan kejahatan, melawan penindasan dan ekploitasi. AI Qur’an memberikan penegasan “Kamu adalah sebaik baik umat, yang dilahirkan bagi mantisia, setipaya kami menyuruh berbuat kebajikan (ma’ruf) dan melarang berbuat kejahatan (mungkar), serta beriman kepada Allah. (QS. Ali-Imran : 110). Dalam rangka memperjuangkan kebenaran ini, manusia bebas mengerlikulasikan sesuai dengan konteks lingkungannya tidak terjebak pada hal hal yang bersifat mekanis dan dogmatis. Menjalankan ajaran Islam yang bersumber pada AI Qur’an dan As Sunnah berarti menggali makna dan menangkap semangatnya dalam rangka menyelesaikan persoalan persoalan kehidupan yang serba konpleks sesuai dengan kemampuannya.

Demikianlah cita cita ideal Islam, yang senantiasa harus selalu diperjuangkan dan ditegakkan, sehingga dapat mewujudkan seuatu tatanan masyrakat yang adil, demokratis, egaliter dan berperadaban Dalam memperjuangkan cita cita tersebut manusia dituntut untuk selalu setia (commited) terhadap ajaran Allah SWT, ikhlas, rela berkorban sepanjang hidupnya dan senantiasa terlibat dalam setiasa pembebasan kaum tertindas (mustadh’afin). “Sesungguhnya sholat ku, perjuangan ku, hidup dan mati ku, semata mata hanya untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada serikat bagi Nya dan aku diperintah untuk itu, serfa aku termaasuk orang yang pettama berserah diri. “ (QS. AI An’am : 162 163).

• Landasan Konstitusi

Dalam rangka mewujudkan cita cita perjuangan HMI ke masa depan, HMI kemudian mempertegas posisinya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara demi melaksanakan tanggung jawabnya bersama seluruh rakyat Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam pasal 3 tentang azas ditegaskan bahwa organisasi ini berazaskan Islam dan bersumber kepada AlQur’an dan Assunah. Penegasan pasal ini memberikan cerminan bahwa di dalam dinamikanya, HMI senantiasa mengemban tugas dan tanggung jawab dengan semangat keislaman yang tidak mengesampingkan semangat kebangsaan. Dalam dinamika tersebut HMI sebagai organisasi kepemudaan menegaskan sifatnya sebagai organisasi mahasiswa yang indenpenden (Pasal 6 AD HMI), berstatus sebagai organisasi mahasiswa (Pasal 7 AD HMI), memiliki fungsi sebagai organisasi kader (Pasal 8 AD HMI) serta berperan sebagai organisasi perjuangan (Pasal 9 AD HMI).

Dalam rangka melaksanakan fungsi dan perananya secara terus menerus yang berorientasi ke masa depan, HMI menetapkan tujuannya dalam pasal 4 AD HMI, yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT. Kualitas kader yang akan dibentuk ini kemudian dirumuskan dalam tafsir tujuan HMI. Oleh karena itu, maka tugas pokok HMI adalah perkaderan (cadre forming) yang diarahkan pada perwujudan kualitas insan cita yakni dalam pribadi yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan kerja- kerja kemanusiaan (amal saleh). Pembentukan kualitas dimaksud kemudian diaktualisasikan dalam fase-fase perkaderan HMI, yakni fase rekruitmen kader yang berkualitas, fase pembentukan kader agar memiliki kualitas pribadi Muslim, kualitas intelektual serta mampu melaksanakan kerja kerja kemanusiaan secara profesional dalam segala segi kehidupan dan fase pengabdian kader, di mana sebagai out put pun kader HMI harus mampu berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa bernegara sebagai kader muslim berjuang bersama- sama dalam mewujudkan cita-cita masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT.

  • Landasan History


Secara sosiologi dan historis, kelahiran HMI pada 5 Februari 1947 tidak terlepas dari permasalahan bangsa yang di dalamnya mencakup umat Islam sebagai satu kesatuan dinamis dari bangsa Indonesia yang sedang mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamirkan. Kenyataan itu merupakan motivasi kelahiran HMI sekaligus dituangkan dalam rumusan tujuan berdirinya, yaitu : pertama, mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan syair agama Islam. Ini menunjukkan bahwa HMI bertanggung jawab terhadap permasalahan bangsa dan negara Indonesia serta bertekad mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan manusia secara utuh.

Makna rumusan tujuan itu akhirnya membentuk wawasan dan langkah perjuangan HMI kedepan yang terintegrasi dalam dua aspek ke-Islaman dan aspek ke-bangsaan. Aspek ke-islaman tercermin melalui komitmen HMI untuk selalu mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam secara utuh dalam kehidupan berbangsa sebagai pertanggungjawaban fungsi kekhalifahan manusia, sedangkan aspek kebangsaan adalah komitmen HMI untuk senantiasa bersama-sama seluruh rakyat Indonesia merealisasikan cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia demi terwujudnya cita-cita masyarakat yang demokratis, berkeadilan sosial dan berkeadaban. Dalam sejarah perjalanan HMI pelaksanaan komitmen ke-Islaman dan kebangsaan merupakan garis perjuangan dan misi HMI yang pada akhirnya akan membentuk kepribadian HMI dalam totalitas perjuangan bangsa Indonesia kedepan.

Melihat komitmen HMI pada wawasan sosiologis dan historis berdirinya pada tahun 1947 tersebut, yang juga telah dibuktikan dalam sejarah perkembangnnya, maka pada hakikatnya segala bentuk pembinaan kader HMI harus pula tetap diarahkan dalam rangka pembentukan pribadi kader yang sadar akan keberadaannya sebagai pribadi muslim, khalifah di muka bumi dan pada saat yang sama kader tersebut harus menyadari pula keberadannya sebagai kader bangsa Indonesia yang bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita bangsa ke depan.

  • Landasan Sosio-Kultural


Islam yang masuk di kepulauan Nusantara telah berhasil merubah kultur masyarakat di daerah sentral ekonomi dan politik menjadi kultur Islam. Keberhasilan Islam yang secara dramatik telah berhasil menguasi hampir seluruh kepulauan nusantara, tentunya hal tersebut disebabkan oleh karena agama Islam memiliki nilai-nilai universal yang tidak mengenal batas-batas sosio-kultural, geografis dan etnis manusia. Sifat Islam ini termanifestasikan dalam cara penyebaran Islam oleh para pedagang dan para wali dengan pendekatan sosio-kultural yang cukup persuasif.

Masuknya Islam secara damai pada abad ke 7 (penetration pacifique) tersebut berhasil mendamaikan kultur Islam dengan kultur masyarakat nusantara. Dalam proses sejarahnya, budaya sinkretisme penduduk pribumi ataupun masyarakat, ekonomi dan politik yang didominasi oleh kultur tradisional, feodalisme, hinduisme dan budhaisme mampu dijinakkan dengan pendekatan Islam kultural ini. Pada perkembangan selanjutnya Islam mengindonesiakan dan secara tidak langsung telah mempengaruhi kultur Indonesia yang dari waktu ke waktu semakin modern.

Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama Islam, maka kultur Islam telah menjadi realitas sekaligus memperoleh legitimasi sosial dari bangsa Indonesia yang pluralistik. Dengan demikian wacana kebangsaan di seluruh aspek kehidupan ekonomi, politik, dan sosial budaya Indonesia meniscayakan transformasi total nilai nilai universal Islam menuju cita cita mewujudkan peradaban Islam. Nilai nilai Islam itu semakin mendapat tantangan ketika deras arus globalisasi telah menyeret umat manusia pada perilaku pragmatisme, permissivisme dibidang ekonomi dan politik. Sisi negatif dari globalisasi ini disebabkan oleh percepatan perkembangan sains dan teknologi modern dan tidak diimbangi dengan nilai nilai etik dan moral.

Konsekuensi dari realitas di atas adalah semakin kaburnya batas batas bangsa, sehingga cenderung menghilangkan nilai nilai kultural yang menjadi suatu ciri khas dari suatu negara yang penuh dengan pluralisme budaya masyarakat. Di sisi lain teknologi menghadirkan ketidakpastian psikologis umat manusia, sehingga kejenuhan manusia primordialnya. Dari sini nilai nilai ideologi, moral dan agama yang tadinya kering kerontang kembali menempati posisi kunci dalam ide dan konsesi komunitas global. Dua sisi ambigu globalisasi ini adalah tampilan dari sebuah dunia yang penuh paradoks.