Dalam Wikipedia Kader adalah
orang atau kumpulan orang yang dibina oleh suatu lembaga kepengurusan dalam
sebuah organisasi,
baik sipil maupun militer, yang berfungsi
sebagai 'pemihak' dan atau membantu tugas dan fungsi pokok organisasi tersebut
(Nano Wijaya). Dalam hal membantu tugas dan fungsi pokok organisasi tersebut,
seorang kader dapat berasal dari luar organisasi tersebut dan biasanya
merupakan simpatisan yang berasaz dan bertujuan sama dengan institusi
organisasi yang membinanya(Nano Wijaya). Pada umumnya penggunaan kata 'kader'
sangat lekat pada partai politik,
namum organisasi kemasyarakatan juga mempunyai kader-kader yang membantu tugas
ormas tersebut, misal: kader kesehatan; yang mana mereka bukan pegawai dinas
yang melaksanakan fungsi kesehatan. Kaderisasi merupakan usaha pembentukan
seorang kader secara terstruktur dalam organisasi yang biasanya mengikuti suatu
silabus tertentu.
Sedangkan Keder adalah orang atau kumpulan orang yang
disusupi oleh rasa takut akan sesuatu tantangan atau rintangan baik sebelum
dilewati maupun setelah dilewati, seperti dalam Al-Quran menceritakan kisah Bani Israel bersama Musa a.s., dengan
kekerdilan jiwa dan sifat pengecut mereka, ketika mereka diperintahkan untuk
memasuki Tanah Suci. Mereka menolak untuk memasukinya, meskipun Musa a.s.
langsung memimpin mereka. Mereka menampakkan rasa takut mereka terhadap
kematian dan cinta dunia. Mereka tetap menolak untuk memasuki Tanah Suci.
Mereka lebih memilih untuk kembali murtad. "Dan
(ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya, 'Hai kaumku, ingatlah nikmat
Allah atas kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian dan
dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepada kalian apa
yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun di antara umat-umat yang
lain. Hai kaumku, masuklah ke Tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan
Allah bagi kalian, dan janganlah kalian lari ke belakang (karena takut kepada
musuh), maka kalian menjadi orang-orang yang merugi'." (QS. Al-Ma'idah:
20-21)
Kita lupakan Keder mari kita mengulas Nilai-nilai Kader yang ingin saya sampaikan agar menjadi suri
tauladan diantara kita yang mencintai kemajuan baik di keluarga, masyarakat,
bangsa dan Negara.
Kader secara terstruktur merupakan pendidikan
formal yang dilakukan baik di sekolah maupun di organisasi. Kader tersebut
ditempa dalam jenjang yang terukur dan dapat dievaluasi apakah seorang kader
tersebut memiliki kemajuan atau tidak.
Untuk di sekolah kita kenal mulai dari Taman
Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, pelajaran yang didapat disamping,
berhitung, membaca dan menghapal, juga mendapat pelajaran-pelajaran intra
sekolah seperti Kelompok bermain, Organisasi Intra Sekolah, Pramuka, dan
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR).
Sedangkan di organisasi luar Sekolah, kita mengenal
organisasi Kader seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia, Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (Kammi).
Organisasi-organisasi membina perkaderan secara structural dan kultural di
kalangan mahasiswa kampus.
Kurikulum yang mereka (organisasi-organisasi) ini
dalam penerapannya lebih condong ke arah internal keanggotaan. Sehingga
produk-produk perkaderan ini akan terlihat secara kekentalan militansinya
disaat peran mereka di kampus-kampus masing-masing.
Seperti di HMI yang saya kenal, memiliki jenjang
perkaderan secara akademik, ada Pra Latihan Kader (masa perkenalan HMI),
Latihan Kader I (mereka yang LK I adalah telah memiliki sertifikat PLK atau
lulus dalam screening Steering Committee atau Master Of Training). Jenjang LK II (dimana seorang kader LK I
telah melalui 6 bulan pasca LK I atau telah direkomendasikan untuk duduk di
kepengurusan Cabang) dan LK III adalah jenjang mereka yang telah LK II atau
telah mengabdi di Cabang selama 1 tahun atau mereka yang telah LK II
direkomendasikan untuk duduk di Kepengurusan Badan Koordinasi (Badko) atau
Pengurus Besar (PB).
Landasan Perkaderan di HMI
Landasan perkaderan merupakan pijakan pokok atau
pondasi yang dijadikan sebagai sumber inspirasi dan motivasi dalam proses
perkaderan HMI. Untuk itu, dalam melaksanakan perkaderan HMI bertitik tolak
pada 5 (lima) landasan, sebagai berikut:
• LandasanTeologis
Sesungguhnya ketauhidan manusia adalah fitrah
(Q.S. Ar-Rum : 30) yang di- awali dengan perjanjian primordial dalam bentuk
pengakuan kepada Tuhan sebagai Zat pencipta (Q.S. Al-A’araf : 172). Bentuk
pengakuan tersebut merupakan penggambaran ketaklukan manusia kepada zat yang
lebih tinggi. Kesanggupan- nya menerima kontrak primordial tersebut mendapat
konsekuensi logis dengan peniupan ruh Tuhan ke dalam jasad manusia yang pada
akhirnya harus dipertang- gung jawabkan terhadap apa yang dilakukannya di dunia
kepada pemberi mandat kehidupan.
Peniupan roh Tuhan sekaligus menggambarkan
refleksi sifat sifat Tuhan ke- pada manusia. Maka seluruh potensi illahiyah
secara ideal dimiliki oleh manusia. Prasyarat inilah yang memungkinkan manusia
menjadi khalifah di muka bumi. Seyogyanya tugas kekhalifahan manusia di bumi
berarti menyebarkan nilai nilai illahiyah dan sekaligus menginterpretasikan
realitas sesuai dengan perspektif illa hiyah tersebut. Namun proses
materialisasi manusia melalui jasad menimbulkan konsekuensi baru dalam wujud
reduksi nilai nilai illahiyah. Manusia hidup dalam realitas fisik yang dalam
konteks ini manusia hanya “mengada” (being). Hanya dengan “kesadaran”
(conciosness) lah manusia menemukan realitas “menjadi” (becoming)
Manusia yang “menjadi” adalah manusia yang
mempunyai kesadaran akan aspek transendent sebagai realitas tertinggi dalam hal
ini konsepsi syahadat akan ditafsirkan sebagai monotheisme radikal. Kalimat
syahadat pertama berisi negasi yang seolah meniadakan semua yang
berbentukTuhan. Kalimat kedua lalu men- jadi afirmasi sekaligus penegasan atas
Zat yang maha tunggal (Allah). Menjiwai konsepsi di atas maka perjuangan
kernanusiaan adalah melawan segala sesuatu yang membelenggu manusia dari yang
di-Tuhan-kan. Itulah thogut dalam pers- pektif Qur’an.
Dalam menjalani fungsi kekhalifahannya maka
internalisasi sifat Allah dalam diri manusia harus menjadi sumber inspirasi.
Dalam konteks ini tauhid menjadi aspek progresif dalam menyikapi persoalan
persoalan mendasar manusia. Karena Tuhan adalah pemelihara kaum yang lemah
(rabbulmustadh’afin); maka menela- dani Tuhan juga berarti keberpihakan kepada
kaum mustadh’afin. Pemahaman ini akan mengarahkan pada pandangan bahwa
ketauhidan adalah nilai nilai yang ber- sifat transformatif, nilai nilai yang
membebaskan, nilai yang berpihak dan nilai nilai yang bersifat revolusioner.
Spirit inilah yang harus menjadi paradigma dalam sistem perkaderan HMI.
• Landasan Ideologis
Islam sebagai landasan nilai yang secara sadar
dipilih untuk menjawab kebutuhan kebutuhan serta masalah-masalah yang terjadi
dalam suatu komunitas masyarakat (transformatif). Ia mengarahkan manusia untuk
mencapai tujuan dan idealisme yang dicita-citakan, yang untuk tujuan
dan idealisme tersebut mereka rela berjuang dan berkorban bagi keyakinannya.
Ideologi Islam senantiasa mengilhami dan memimpin serta mengorganisir
perjuangan, perlawanan dan pengorbanan yang luar biasa untuk melawan semua
status quo, belenggu dan penindasan terhadap ummat manusia
Dalam sejarah Islam Nabi Muhammad telah
memerkenalkan Ideologi dan mengubahnya menjadi keyakinan, serta memimpin rakyat
kebanyakan dalam praktek-praktek mereka melawan kaum penindas. Nabi Muhammad
lahir dan muncul dari tengah-tengah kebanyakan yang oleh Al Qur’an dijuluki
sebagai “ummi”. Kata “ummi” (yang biasa diartikan buta huruf) menurut Syari’ati
(dalam bukunya Ideologi kaum Intelektual) yang disifatkan pada Nabi berarti
bahwa ia dari kelas rakyat yang termasuk di dalamnya adalah orang orang awam
yang butu huruf, para budak, anak yatim, janda dan orang orang miskin
(mustadh’afin) yang luar biasa menderitanya, dan bukan berasal dari orang orang
terpelajar, borjuis dan elite penguasa. Dari komunitas inilah Muhammad memulai
dakwahnya untuk mewujudkan cita cita ideal Islam.
Cita cita ideal Islam adalah, adanya transformasi
terhadap ajaran ajaran dasar Islam tentang persaudaraan universal (Universal
Brotherhood), keseteraan (Equality) keadilan sosial (Social Justice), dan
keadilan ekonomi (Economical Justice) sebuah cita cita yang memiliki aspek
liberatif, sehingga dalam usaha untuk mewujudkannya membutuhkan keyakinan,
tanggung jawab, keterlibatan dan komitmen, karena pada dasarnya sebuah ideologi
menuntut penganutnya bersikap setia (Committed).
Dalam usaha untuk mewujudkan cita cita, pertama,
persaudaraan universal dan kesetaraan (equality), Islam telah menekankan
kesatuan manusia (unity of mankind) yang ditegaskan dalam Al Qur’an, “Hai
manusia ! kami ciptakan kamu dari laki laki dan perempuan, kami jadikan karnu
berbangsa-bangsa dan bersuku suku supaya kamu safing, mengenaL Sungguh yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa.
Sesungguhnya Allah maha Mengetahui." (QS Al Hujarat) : 13). Ayat ini secara
jelas membantah sernua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan atau
keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya keshalehan, baik
keshalehan ritual maupun keshalehan sosial, sebagaimana Al Qur’an menyatakan,
“Hai orang orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri karena Allah, menjadi
saksi dengan keadilan. Janganlah karena kebencianmu kepada suatu kaum, sehingga
kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena keadilan itu lebih dekat
kepada taqwa dan takutlah kepada Allah…” (QS. Al Maidah : 8)
Kedua, Islam sangat menekankan kepada keadilan di
semua aspek kehidupan. Dan keadilan tersebut tidak akan tercipta tanpa
membebaskan masyarakat lemah dan marjinal dari penderitaan, serta memberi
kesempatan kepada mereka (kaum mustadh’afin) untuk menjadi pemimpin. Menurut Al
Qur’an mereka adalah pernimpin dan pewaris dunia. “Kami hendak memberikan
karunia kepada orang orang tertindas di rnuka burni. Kami akan menjadikan
mereka pemimpin dan pewaris bumi” (QS. Al Qashash: 5) “Dan kami wariskan kepada
kaum yang tertindas seluruh timur bumi dan seluruh baratnya yang kami berkati.
“ (QS. Al A’raf : 37).
Di tengah-tengah suatu bangsa, ketika orang orang
kaya hidup mewah di atas penderitaan orang miskin, ketika budak budak merintih
dalam belenggu tuannya, ketika para penguasa membunuh rakyat yang tak berdaya
hanya untuk kesenangan, ketika para hakim mernihak pemilik kekayaan dan
penguasa, mereka memasukkan orang orang kecil yang tidak berdosa ke penjara.
Muhammad SAW menyampaikan pesan Rabbulmusstadh’afin : “Mengapa kamu tidak mau
berperang di jalan Allah dan membela orang yang tertindas, baik laki laki,
perempuan dan anak-anak yang berdo’a, Tuhan kami ! Keluarkanlah kami dari
negeri yang penduduknya berbuat zalim, dan berilah kami perlindungan dan
pertolongan dari sisi Engkau.” (QS. An- Nisa : 75). Dalam ayat ini menurut
Asghar Ali Engineer (dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan) Al-Qur’an
mengungkapkan teori “kekerasan yang membebaskan”, “Perangilah mereka itu,
hingga tidak ada fitnah.” (Q.S. Al-Anfal : 39) Al-Qur’an dengan tegas mengutuk
Zulm (penindasan). Allah tidak menyukai kata-kata yang kasar kecuali oleh orang
yang tertindas. “Allah tidak menyukai perkataan yang kasar/jahat (memaki),
kecuali bagi orang yang teraniaya….” (QS. An-Nisa’ : 148).
Ketiga, Al Qur’an sangat menekankan keadilan
ekonomi yang distributive. Keadilan ini seratus persen menentang penumpukan dan
penimbunan harta kekayaan. Al Qur’an sejauh mungkin menganjurkan agar orang
orang kaya hartanya untuk anak yatim, janda-janda dan fakir miskin. “Adakah
engkau ketahui orang yang mendustakan agarna? Mereka itu adalah orang yang
menghardik anak yatim. Dan tidak menyuruh memberi makan orang miskin. Maka
celakalah bagi orang yang shalat, yang meraka itu lalai dari shalatnya, dan
mereka itu riya, enggan memberikan zakatnya. “ (QS. AI Mauun : 1 7).
Al Qur’an tidak menginginkan harta kekayaan itu
hanya berputar di antara orang orang kaya saja. “Apa-apa (harta rarnpasan) yang
diberikan Allah kepada Rasul Nya dari penduduk negeri (orang-orang kafir), maka
adalah untuk Allah, untuk Rasul, untuk karib kerabat Rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, dan orang yang berjalan, supaya jangan harta itu beredar
antara orang orang kaya saja di antara kamu … “ (QS. Al Hasyr : 7). Al Qur’an
juga memperingatkan manusia agar tidak suka menghitung hitung harta
kekayaannya, karena hartanya tidak akan memberikan kehidupan yang kekal. Orang
yang suka menumpuk numpuk dan menghitung-hitung harta benar benar akan
dilemparkan ke dalam bencana yang mengerikan, yakni api neraka yang
menyala-nyala (QS. Al Humazah :1 9). Kemudian juga pada Surat At Taubah : 34 AI
Qur’an memberikan beberapa peringatan keras kepada mereka yang suka menimbun
harta dan mendapatkan hartanya dari hasil eksploitasi (riba) dan tidak
membelanjakannya di jalan Allah.
Pada masa Rasulullah SAW. Banyak sekali orang
yang terjerat dalam perangkap hutang karena praktek riba. AI Qur’an dengan
tegas melarang riba dan memperingatkan siapa saja yang melakukannya akan
diperangi oleh Allah dan Rasul Nya (Iihat, QS. Al Baqarah: 275 279 dan Ar Rum –
39). Demikianlah Allah dan Rasul Nya, telah mewajibkan untuk melakukan
perjuangan membela kaum kaum yang tertindas, dan mereka (Allah dan Rasul Nya)
telah memposisikan diri sebagai pembela mustadh’afin
Dalam keseluruhan proses Aktivitas manusia di
dunia ini, Islam selalu mendesak manusia untuk terus memperjuangkan harkat
kemanusiaan, menghapuskan kejahatan, melawan penindasan dan ekploitasi. AI
Qur’an memberikan penegasan “Kamu adalah sebaik baik umat, yang dilahirkan bagi
mantisia, setipaya kami menyuruh berbuat kebajikan (ma’ruf) dan melarang
berbuat kejahatan (mungkar), serta beriman kepada Allah. (QS. Ali-Imran : 110).
Dalam rangka memperjuangkan kebenaran ini, manusia bebas mengerlikulasikan
sesuai dengan konteks lingkungannya tidak terjebak pada hal hal yang bersifat
mekanis dan dogmatis. Menjalankan ajaran Islam yang bersumber pada AI Qur’an
dan As Sunnah berarti menggali makna dan menangkap semangatnya dalam rangka
menyelesaikan persoalan persoalan kehidupan yang serba konpleks sesuai dengan
kemampuannya.
Demikianlah cita cita ideal Islam, yang
senantiasa harus selalu diperjuangkan dan ditegakkan, sehingga dapat mewujudkan
seuatu tatanan masyrakat yang adil, demokratis, egaliter dan berperadaban Dalam
memperjuangkan cita cita tersebut manusia dituntut untuk selalu setia
(commited) terhadap ajaran Allah SWT, ikhlas, rela berkorban sepanjang hidupnya
dan senantiasa terlibat dalam setiasa pembebasan kaum tertindas (mustadh’afin).
“Sesungguhnya sholat ku, perjuangan ku, hidup dan mati ku, semata mata hanya
untuk Allah, Tuhan seluruh alam. Tidak ada serikat bagi Nya dan aku diperintah
untuk itu, serfa aku termaasuk orang yang pettama berserah diri. “ (QS. AI
An’am : 162 163).
• Landasan Konstitusi
Dalam rangka mewujudkan cita cita perjuangan HMI
ke masa depan, HMI kemudian mempertegas posisinya dalam kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara demi melaksanakan tanggung jawabnya bersama seluruh
rakyat Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhai oleh
Allah SWT. Dalam pasal 3 tentang azas ditegaskan bahwa organisasi ini
berazaskan Islam dan bersumber kepada AlQur’an dan Assunah. Penegasan pasal ini
memberikan cerminan bahwa di dalam dinamikanya, HMI senantiasa mengemban tugas
dan tanggung jawab dengan semangat keislaman yang tidak mengesampingkan
semangat kebangsaan. Dalam dinamika tersebut HMI sebagai organisasi kepemudaan
menegaskan sifatnya sebagai organisasi mahasiswa yang indenpenden (Pasal 6 AD
HMI), berstatus sebagai organisasi mahasiswa (Pasal 7 AD HMI), memiliki fungsi
sebagai organisasi kader (Pasal 8 AD HMI) serta berperan sebagai organisasi
perjuangan (Pasal 9 AD HMI).
Dalam rangka melaksanakan fungsi dan perananya
secara terus menerus yang berorientasi ke masa depan, HMI menetapkan tujuannya
dalam pasal 4 AD HMI, yaitu terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang
bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil
makmur yang diridhai Allah SWT. Kualitas kader yang akan dibentuk ini kemudian
dirumuskan dalam tafsir tujuan HMI. Oleh karena itu, maka tugas pokok HMI
adalah perkaderan (cadre forming) yang diarahkan pada perwujudan kualitas insan
cita yakni dalam pribadi yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu
melaksanakan kerja- kerja kemanusiaan (amal saleh). Pembentukan kualitas
dimaksud kemudian diaktualisasikan dalam fase-fase perkaderan HMI, yakni fase
rekruitmen kader yang berkualitas, fase pembentukan kader agar memiliki
kualitas pribadi Muslim, kualitas intelektual serta mampu melaksanakan kerja
kerja kemanusiaan secara profesional dalam segala segi kehidupan dan fase
pengabdian kader, di mana sebagai out put pun kader HMI harus mampu berkiprah
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa bernegara sebagai kader muslim
berjuang bersama- sama dalam mewujudkan cita-cita masyarakat adil makmur yang
diridhai Allah SWT.
- Landasan History
Secara sosiologi dan historis, kelahiran HMI pada
5 Februari 1947 tidak terlepas dari permasalahan bangsa yang di dalamnya
mencakup umat Islam sebagai satu kesatuan dinamis dari bangsa Indonesia yang
sedang mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamirkan. Kenyataan itu
merupakan motivasi kelahiran HMI sekaligus dituangkan dalam rumusan tujuan
berdirinya, yaitu : pertama, mempertahankan negara Republik Indonesia dan
mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan
syair agama Islam. Ini menunjukkan bahwa HMI bertanggung jawab terhadap
permasalahan bangsa dan negara Indonesia serta bertekad mewujudkan nilai-nilai
ajaran Islam dalam kehidupan manusia secara utuh.
Makna rumusan tujuan itu akhirnya membentuk
wawasan dan langkah perjuangan HMI kedepan yang terintegrasi dalam dua aspek
ke-Islaman dan aspek ke-bangsaan. Aspek ke-islaman tercermin melalui komitmen
HMI untuk selalu mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam secara utuh dalam
kehidupan berbangsa sebagai pertanggungjawaban fungsi kekhalifahan manusia,
sedangkan aspek kebangsaan adalah komitmen HMI untuk senantiasa bersama-sama
seluruh rakyat Indonesia merealisasikan cita-cita proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia demi terwujudnya cita-cita masyarakat yang demokratis,
berkeadilan sosial dan berkeadaban. Dalam sejarah perjalanan HMI pelaksanaan
komitmen ke-Islaman dan kebangsaan merupakan garis perjuangan dan misi HMI yang
pada akhirnya akan membentuk kepribadian HMI dalam totalitas perjuangan bangsa
Indonesia kedepan.
Melihat komitmen HMI pada wawasan sosiologis dan
historis berdirinya pada tahun 1947 tersebut, yang juga telah dibuktikan dalam
sejarah perkembangnnya, maka pada hakikatnya segala bentuk pembinaan kader HMI
harus pula tetap diarahkan dalam rangka pembentukan pribadi kader yang sadar
akan keberadaannya sebagai pribadi muslim, khalifah di muka bumi dan pada saat
yang sama kader tersebut harus menyadari pula keberadannya sebagai kader bangsa
Indonesia yang bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita bangsa ke depan.
- Landasan Sosio-Kultural
Islam yang masuk di kepulauan Nusantara telah
berhasil merubah kultur masyarakat di daerah sentral ekonomi dan politik
menjadi kultur Islam. Keberhasilan Islam yang secara dramatik telah berhasil
menguasi hampir seluruh kepulauan nusantara, tentunya hal tersebut disebabkan
oleh karena agama Islam memiliki nilai-nilai universal yang tidak mengenal
batas-batas sosio-kultural, geografis dan etnis manusia. Sifat Islam ini
termanifestasikan dalam cara penyebaran Islam oleh para pedagang dan para wali
dengan pendekatan sosio-kultural yang cukup persuasif.
Masuknya Islam secara damai pada abad ke 7 (penetration
pacifique) tersebut berhasil mendamaikan kultur Islam dengan kultur masyarakat
nusantara. Dalam proses sejarahnya, budaya sinkretisme penduduk pribumi ataupun
masyarakat, ekonomi dan politik yang didominasi oleh kultur tradisional,
feodalisme, hinduisme dan budhaisme mampu dijinakkan dengan pendekatan Islam
kultural ini. Pada perkembangan selanjutnya Islam mengindonesiakan dan secara
tidak langsung telah mempengaruhi kultur Indonesia yang dari waktu ke waktu
semakin modern.
Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama
Islam, maka kultur Islam telah menjadi realitas sekaligus memperoleh legitimasi
sosial dari bangsa Indonesia yang pluralistik. Dengan demikian wacana kebangsaan
di seluruh aspek kehidupan ekonomi, politik, dan sosial budaya Indonesia
meniscayakan transformasi total nilai nilai universal Islam menuju cita cita
mewujudkan peradaban Islam. Nilai nilai Islam itu semakin mendapat tantangan
ketika deras arus globalisasi telah menyeret umat manusia pada perilaku
pragmatisme, permissivisme dibidang ekonomi dan politik. Sisi negatif dari
globalisasi ini disebabkan oleh percepatan perkembangan sains dan teknologi
modern dan tidak diimbangi dengan nilai nilai etik dan moral.
Konsekuensi dari realitas di atas adalah semakin
kaburnya batas batas bangsa, sehingga cenderung menghilangkan nilai nilai
kultural yang menjadi suatu ciri khas dari suatu negara yang penuh dengan
pluralisme budaya masyarakat. Di sisi lain teknologi menghadirkan
ketidakpastian psikologis umat manusia, sehingga kejenuhan manusia
primordialnya. Dari sini nilai nilai ideologi, moral dan agama yang tadinya
kering kerontang kembali menempati posisi kunci dalam ide dan konsesi komunitas
global. Dua sisi ambigu globalisasi ini adalah tampilan dari sebuah dunia yang
penuh paradoks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar