Rabu, 25 Juni 2014

Catatan Adriansyah, SMAN 3 Palembang, patut diapreasi

Kelas 1.1. (Bogido)

Di dalam kelas 1.1. Bogido (Boys and Girls of Double One) sedang belajar Matematika dengan ibu guru yang terkenal galak. Edward sedang mengerjakan soal-soal di papan tulis. Bu guru meninggalkan ruangan kelas dengan membiarkan daftar nilai terbuka di mejanya. Entah siapa yang memulai, beberapa murid mendekati meja guru untuk melihat daftar nilai tersebut, makin lama makin banyak dan heboh.
Rupanya perbuatan itu dilihat bu guru dari ruang kantor. Setelah kembali ke ruang kelas, beliau marah besar. “Yang tadi lihat daftar nilai, maju sekarang!” teriak beliau. Tidak ada murid yang maju. Saya sendiri memang tadi ikut “meramaikan” maju ke meja guru, namun tidak melihat daftar nilai, jadi menurut saya bukan saya yang dimaksud.

Menyadari ada kemungkinan perintahnya kurang pas, ibu guru meralat: “Pokoknya semua murid yang tadi maju ke depan kelas, sekarang ke depan!” tegas beliau, akhirnya satu-persatu kami maju, termasuk saya, karena perintahnya jelas, siapa saja yang tadi maju ke depan kelas, apapun alasannya. Termasuk juga Ed, yang tadi mengerjakan soal-soal di papan tulis. Ada sekitar 10 murid, bahkan ada murid perempuan, dijejerkan di depan.

Kami dimarahi dan diceramahi oleh bu guru. Akhirnya, plak.. plak.. plak. Satu persatu murid ditampar oleh bu Guru, sampai di ujung barisan.. plak! Ed juga kena tampar. Ed protes: “Tapi saya tadi mengerjakan soal di papan tulis bu..” “Oh.. kalau gitu maaf..” Kata bu guru.
Bu guru kembali memarahi dan menceramahi kami, dan.. sekali lagi barisan ditampar: plak… plak.. plakk.. dan…. plak! Ed yang di ujung kena lagi tamparan. Ed kembali protes: “Lho bu, saya kan tadi mengerjakan soal..” dan kembali bu Guru meminta maaf.
Hahaha… kenapa ya pas sesudah tamparan yang pertama Ed tidak diminta saja duduk kembali.






Kelas II.A1.1. (Terafica Uno)

Kelas kami Fisika satu. Nama kerennya Terafica Uno. Terafica adalah singkatan Terminal Anak Fisica, nama warisan dari kakak kelas kami sebelumnya. Uno saya ambil dari bahasa Italy yang artinya satu, karena waktu itu pas heboh piala dunia di Italy. Belakangan Topek membuka usaha warung Internet (warnet) diberi nama Uno.net. Bahkan Icap memberi nama anaknya Fahri Uno.
Fisika sengaja ditulis Fisica, biar terlihat lebih keren dan “sangar”. Perubahan huruf k menjadi huruf c kami lakukan kalau pas pelajaran Fisika. Sampai akhirnya pak Nelson Sitompul mendiktekan soal, Ucok dan saya menulisnya: “Sepotong cawat dialiri listric….” 


Pelajaran fisika, pak Tampubolon memberikan soal lisan: “Satuan antara dua titik disebut za……?” para murid bingung dan tidak bisa menjawa, apa ya kira-kira… ada yang usil nyeletuk pelan “zakar…”  Rupanya jawabannya yang benar adalah “Zarak”


Saya duduk sebangku dengan Dwi Hendro W, dan saat itu adalah pelajaran Kimia. Bu Guru Aniti sedang menulis soal-soal di papan tulis. Dwi menyalin soal dan kemudian berhenti sesaat memandang ke depan, kemudian berbisik kepadaku: “Wah kalo diperhatikan, body bu Aniti masih bagus banget ya Jack…” hahaha… dasar Dwi! 


Akhsan membawa TV portable ke dalam kelas. Karena di dalam kelas sedang ada pelajaran bahasa Inggris yang membosankan, kami di belakang mencoba menyalakan tv yang kami tutup dengan buku yang diberdirikan.  Pada waktu itu hanya ada tv swasta TPI yang siaran di pagi hari. Setelah putar-putar tombol, akhirnya sinyalnya dapat, kami antusias menonton, dan acaranya adalah…. Pelajaran Bahasa Inggris!


Pelajaran Geografi, ibu guru bertanya mengapa penduduk di Indonesia pertumbuhannya cukup cepat, Melvin nyeletuk “musim hujan bu..” Ibu guru marah dan bertanya apa hubungannya musim hujan dengan pertambahan penduduk yang cepat. Anak-anak mengambil kesimpulan si Ibu guru main di musim kemarau, haha…


Pelajaran Agama, Bapak guru yang terkenal galak sedang menulis materi pelajaran di papan tulis. Tiba-tiba ada seekor kucing berjalan-jalan diantara meja dan kursi kami. Satu-dua orang murid mulai iseng menirukan suara kucing, makin lama makin keras. Akhirnya pak guru marah. Berhenti menulis, beliau berbalik dan meminta siapa yang tadi menirukan suara kucing untuk mengaku. Tidak ada yang mengaku, semua murid diam. Pak guru semakin marah, sampai akhirnya si kucing muncul dan berjalan dengan tenang ke luar kelas. Pak guru: “Oh tadi memang suara kucing beneran ya? Kalau gitu bapak minta maaf ya..”  Wakakaka… kucing penyelamat…
Pelajaran PKK, ibu guru menerangkan pelajaran di depan kelas, sementara Edwin dan saya main catur mini yang kami tutupi dengan buku pelajaran PKK. Padahal kami duduk di deretan paling depan. Tiba-tiba bu guru bertanya: “Adriansyah, coba jelaskan bagaimana cara mencuci celana jeans dengan benar?” wah, karena saya tidak memperhatikan, saya tidak bisa menjawab. Ibu guru berdiri dan menghampiri meja kami, dengan gugup saya meletakkan buku menutupi catur yang sedang kami mainkan, tapi beberapa bidak catur malah jadi jatuh keluar. Bu guru marah besar begitu tahu ternyata selama dia menerangkan pelajaran, kami malah main catur. Edwin dan saya dibawanya kekantor. Di kantor malah beliau yang menangis tersedu-sedu, kami dibilang begitu tega melakukan semua itu. Waduh…


Duduk-duduk nongkrong di depan kelas, Edi, Melvin dan saya melihat ada kotak kecil dari karton yang kosong. Iseng, kami isi dengan batu bata, ditutup, kemudaian ditaruh di tengah koridor depan kelas. Tak lama datang Reinhard (alm). Dari jauh dia melihat ada kotak karton di tengah jalan, sambil berlari kecil ambil ancang-ancang, dia tendang kotak itu dengan kencang…  Langsung setelah itu dia terpincang-pincang menahan sakit di kakinya. Kami pura-pura tidak tahu, langsung masuk kelas…


Kami sedang berkumpul di rumah Jilly di Gg. Kangkung, Sekip, untuk begadang, main kartu dan nyanyi-nyanyi. Sekitar pukul 7 malam, Darwin buang air besar, dan celana jeans-nya dia taruh di luar toilet. Mulai timbul iseng teman-teman, kami  buka dompetnya dan ambil satu-satunya selembar uang Rp 10 ribu. Kami belikan 12 bungkus nasi padang (dulu sebungkus nasi padang lauk telor Rp 450) dan beberapa bungkus rokok. Nasi bungkus kemudian kami makan rame-rame termasuk juga Darwin. Setelah selesai makan, baru kami beritahu bahwa itu nasi dibeli dari duit Darwin. Darwin malah mengelak bilang uang 10 ribu itu adalah untuk bayar utang dia ke Akhsan. Jadi bukan salah dia, dan utang dia ke Akhsan lunas. Akhsan jadi ribut dan ga terima, sedangkan Darwin ngotot. Hahaha… entah bagaimana akhirnya penyelesaian kasus itu, saya lupa.


Di hari lain perbegadangan di rumah Jilly, sekitar pukul 9 malam Akhsan keluar beli bakso Jl. Bangau bersama Amrul meminjam motor Topek. Akhsan belum familiar dengan motor Topek, tidak tahu bahwa kunci motor harus dicabut dan disimpan karena sudah longgar dan bisa jatuh. Begitu sampai kembali di rumah Jilly, Akhsan baru sadar kunci motor hilang jatuh dalam perjalanan pulang. Akhirnya kami ramai-ramai keluar jalan kaki menyelusuri kembali jalan yang tadi dilalui Akhsan, siapa tahu kunci yang jatuh masih bisa ditemukan. Sampai pukul 11 malam, hujan pun mulai turun makin lama makin deras. Sudah kepalang tanggung akhirnya kami buka baju, mandi hujan dan nyanyi-nyanyi menyelusuri  jalan, edan…  tengah malam ga pakai baju hujan-hujan di jalanan. Kuncinya sendiri tidak ditemukan..


Di lapangan basket ada pemilihan ketua Osis, salah satu calonnya adalah Slamet, wakil dari kelas kami. Tentu saja kami dukung dan meramaikan kampanyenya Slamet. Salah satu poster yang kami bawa adalah yang bertulis: Viva (nya) Slamet!


Sewaktu upacara bendera, petugas membacakan doa dan setiap kali dia berkata: “Ya Tuhan kami…” maka dari barisan belakang kami ada yang nyeletuk pelan dengan suara berat:  “Hmmm…”


Satu acara yang sering kami lakukan adalah nongkrong di tempat sepi (sekitar jembatan Musi II adalah tempat pavorit, karena waktu itu lokasinya masih sangat sepi dan jarang terdapat rumah penduduk). Kami nongkrong di kap mobil sambil nyanyi teriak-teriak ditemani gitar. Anggota tetap biasanya adalah Darwin, Otong, Iis, Juf, Topek, Ama dan saya. Pada suatu malam kami dihampiri mobil patroli garnisun. Kami digeledah, mobil juga digeledah. Kami dicurigai mabok dan mengkonsumsi narkoba. Setelah clear, mereka menyuruh kami bubar. Hehehe… kami paling juga cuma merokok pak…








Buka Puasa bersama di rumah Nurmalia, pak ustadz membacakan arti dari suatu surat; “Hai orang-orang beriman…” Beberapa anak-anak langsung nyamber : “Hai….”
Kemudian pak ustadz menerangkan bahwa nabi itu sangat santai dalam mengerjakan solat tarawih, di antara tarawih kadang nabi beristirahat sejenak,
“duduk nyantai” celetuk Icap…
“iya, bisa jadi duduk nyantai” sambung pak ustadz..
“ngopi..” Icap nyletuk lagi
“Ya, mungkin saja sambil ngopi…” lanjut pak ustadz
“Ngudut…” celetuk Icap lagi
Kali ini pak Ustadz nggak nanggepin…


Sewaktu Lebaran, kami biasanya rame-rame menyerbu rumah teman, terutama  yang kira-kira menyediakan mpek-mpek. Di rumah Prima, pembantu Prima keluar membawakan sepiring mpek-mpek. Sang pembantu masuk lagi kemudian keluar membawakan sebotol cuka mpek-mpek, tapi dia langsung kaget, karena ternyata mpek-mpek sepiring besar tadi sudah langsung ludes! Haha.. salah taktik dia, harusnya cuka mpek-mpeknya dulu yang keluar mbok.
Kemudian di rumah Nurmalia, anak-anak duduk manis menunggu datangnya mpek-mpek. Ibunya Lia bertanya maunya mpek-mpek rebus apa goreng. Kami menjawab : “Mpek-mpek goreng aja tante..”  Begitu Ibunya Lia mau masuk ke dalam, ada yang nyeletuk: “Tapi sementara nunggu yang digoreng, yang rebus dulu juga boleh Tante…” Dasar kurang ajar… 
Persaingan akan lebih seru lagi kalau di rumah Saleh, karena tuan rumah juga cowok, maka rasa segan dan malu sama sekali nol. Begitu Saleh muncul sambil bawa mpek-mpek, langsung diserbu dengan berbagi cara. Beberapa mpek-mpek jatuh menggelinding di lantai, itu pun  tetap diperebutkan dengan penuh semangat. Benar-benar perjuangan yang menguras energi….. Yang biasanya mendapat hasil di atas rata-rata adalah Ucok dan Slamet.


Kelas III.A1.1 (Terafica uno)
Bulan puasa, pelajaran PMP, gurunya adalah yang terkenal paling sangar dan sadis di SMA kami, Bpk. Sulain. Di kelas sedang diadakan ujian lisan. Murid dipanggil satu-persatu duduk di depan meja beliau untuk diuji. Pas giliran Akhsan, saking gugupnya Akhsan malah menginjak sepatu pak Sulain. “Kamu ini belum apa-apa udah berani main injak aja…” omel pak Sulain.
Selesai ujian lisan, pak Sulain bangkit dari kursinya, berdiri sambil menarik pinggang celananya ke atas. Darwin spontak nyeletuk “ai.. melorot ye…” Suasana kelas kaget dan langsung senyap, tegang atas celetukan darwin yang nekat itu. Setelah agak lama terdiam, sambil kembali menarik pinggang celananya, pak Sulain malah senyum dan berkata: “Tenang aja, masih ada pengaman…” Langsung pecah ketawa di dalam kelas sekaligus lega…


Buka puasa bersama di rumah Saleh. Selesai solat magrib berjemaah, beberapa anak melanjutkan dengan solat sunat (sunnah badiah magrib). Aku berdiri mau solat sunnah, sambil ajak Otong:
“Yuk Tong, solat sunnat…”
Otong: “Lajulah Jack, aku lah sudah sunnat…” :D


Jalan-jalan lebaran, kami rombongan mau ke rumah Vera. Sebelumnya mampir di masjid komplek Kedamaiyan Permai, mau solat Dhuhur. Sementara yang lain sibuk ambil wudhu, Otong masih terlihat santai duduk di teras masjid sambil merokok. Topek menegur: “Hoi Tong..! Solat ess…!”
Otong: “Lajulah kamu ess…”
Tapi tidak begitu lama, sepertinya otong berubah pikiran, mematikan rokoknya, berdiri siap-siap untuk wudhu sambil berkata: “Ah, daripada katek gawe nunggu, solat bae ah…” :P
Di dalam laci bangku belakang dalam kelas, ada kartu remi yang mungkin bekas anak Bina Warga siang kemarin. Iseng, Otong, Iskandar, Darwin dan saya memainkan kartu tersebut, tapi kepergok oleh guru olahraga. Beliau marah dan menuduh kami berjudi. Yang main kartu diminta untuk segera menghadap wali kelas di kantor.  Melihat gelagat masalah ini bisa jadi besar dan serius, kami memohon Asrul agar ikut kami ke kantor dan mengaku ikut bermain. Dan benar, begitu melihat di antara kami ada Asrul, anak kepala sekolah, wali kelas yang awalnya  akan marah besar, tampak melunak. Kami hanya diberi nasehat ringan dan di suruh kembali ke kelas. Hehehe… thanks Rul!


Amrul, ditemani Icap, mencoba PDKT Ima.
Amrul: “Ma, boleh dak gek malem (aku) ke rumah (kamu)…?
Ima: “Yoi…”
Besoknya Icap nanya Amrul, bagaimana cerita ke rumah Ima semalam.
Amrul: “ Dak jadi ess. Kan kato Ima dak boleh”
Icap: “Hoi lolo! ‘yoi’ itu artinyo iyo, bukan dak boleh. Aii… kau nih Rul…!” :D


Mawardi, ketua kelas, memanggil beberapa murid untuk menghadap pak Najib, wali kelas kami, ke kantor. Salah seorangnya adalah Icap (Ardiansyah). Karena nama di baju seragamnya dia bikin “I cap Ard” dan khawatir kena semprot, Icap minta tukaran baju dengan saya, karena nama kami mirip. Saya oke saja. Tidak lama kemudian Mawardi kembali ke kelas dan memberitahu bahwa saya juga dipanggil ke kantor. Waduh! Akhirnya saya ke kantor dan.. benar, saya kena semprot karena nama itu. “Ini lagi apa-apaan namanya dibikin begini! “Ai Kep Ard” segala, emang artinya apa he?” Rupanya pikir pak Najib itu bahasa Inggris, hehe….


Pertengahan semester di kelas III, 2 bangunan kelas baru telah selesai. Walau kami tinggal sebentar lagi di SMA, karena ada Asrul, kelas kami boleh memakai kelas baru tersebut, bahkan boleh memilih mau kelas yang mana.  Untuk menghiasi kelas baru, kami membingkai beberapa poster pahlawan nasional. Namun bingkai kami buat dalam dua sisi yang bisa dibolak-balik. Di belakang poster gambar pahlawan nasional kami tempel beberapa gambar Bon Jovi, Guns n Roses, Iwan Fals, Pesawat dan helikopter tempur. Kalau suasana lagi “bagus” poster pahlawan kami balik, muncullah kelas kami dihiasi poster2 Bon Jovi, GnR, Iwan dan Pesawat tempur.


Dalam menghadapi EBTA/EBTANAS, Akhsan, Topek, Iis, Gunawan, Awang dan saya memilih bimbingan belajar di Om Rozak. Karena uang SPP sering terpakai untuk “keperluan lain” dulu, sebagian dari kami menuggak SPP. Sampai pada suatu hari Om Rozak mendatangi meja kami menagih SPP, “Adriansyah..?”  Saya angkat tangan, “kamu menunggak SPP 2 bulan, segera lunasi!” malu juga dibilangi begitu di dalam ruangan kelas. Topek, Awang, juga nunggak 2 bulan.
Kemudian Gunawan ditanya namanya siapa, karena merasa juga menunggak 2 bulan, Gunawan berspekulasi mengaku bernama Iskandar yang kebetulan hari itu ga masuk. “Iskandar….” guman Om Rozak sambil mengamati daftar nama…  Kamu nunggak 3 bulan! Segera lunasi ya!” Wealah… Iskandar lebih parah lagi.. wkwkwk.. Gunawan mukanya merah..



 

Study tour yang direncanakan 3 hari 2 malam ternyata selesai dalam waktu 2 hari 1 malam. Karena jatah dari orang tua memang sudah 3 hari 2 malam, beberapa dari kami tidak pulang dan menginap di rumah Jilly agar tetap dianggap study tour memang 3 hari 2 malam. Tapi keluarga Mawardi panik, karena Mawardi belum juga pulang tapi mobil sewaan sudah pulang. Mawardi lupa bahwa yang punya mobil sewaan adalah tetangganya. Jadi mau ngaku belum pulang study tour tapi mobil sewaannya sudah pulang. Haha…


Minggu pagi, Jilly, Topek dan saya, bertiga berbonceng motor menuju ke komplek Pusri untuk nonton bioskop gratis. Di perjalanan, agak jauh di depan kami, ada mobil hardtop yang di belakangnya berisi  4 orang, sepertinya melambai dan memanggil. “Eh, siapa tuh, kayaknya teman kita tuh, ayo kejar!” Kata Jilly sambil tambah ngebut. Setelah dekat, pintu belakang hard top terbuka, dan sambil memegang pintu, seorang di dalam marah sambil ancungkan tinju: “Hei kamu!, udah boncengan bertiga, ga pake helm lagi!” Ups, ternyata mereka polisi, hahaha… kabur…



Husin Cabull ada sukuran di rumahnya di komplek Assegaf Plaju. Kami datang, lumayan makan gratis hehe.. Pas acara makan, Husin keluar dengan membawa nampan besar berisi nasi putih dan nasih minyak, lengkap dikelilingi dengan lauk pauknya. Setelah menaruh nampan besar tersebut di lantai, di hadapan kami, Husin kembali masuk. Dengan yakin Ucok berkata bahwa tradisi orang Arab memang makan rame-rame pakai tangan dari satu wadah nampan besar. Kamipun ramai-ramai mulai makan pake tangan langsung dari nampan besar tersebut. Tidak lama kemudian Husin keluar lagi dengan membawa setumpuk piring dan sendok untuk makan. Hahaha… Ucok sok yakinn…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar