Selasa, 10 Juni 2014

Perjalanan Pemikiran



Proses Jalan Pemikiranku

Inilah jalan pemikiran ku, aku juga dapat dilihat di facebook, dimana dibesarkan oleh kedua orang tuaku yang saling mencintai. Papa ku dilahirkan di Teluk Bayur Padang, 31 Januari 1939. Sedangkan mamaku dilahirkan di desa Gumarang Kecamatan Palembayan kab. Agam Sumatera Barat sekitar tahun 18-8-1949. Saudara2ku, Uni Susi 8 Mei 1969, Bang Gafar dilahirkan 14 September 1970, aku dilahirkan 16 April 1972 dan adikku Meigi Kurnia (alm) dilahirkan tanggal 4 Mei 1975 (Beliau Wafat 22 Juni 1997, karena Lupus),  semua dilahirkan di jambi, lihat sejarah Jambi .

(Saya dipanggil Ed, Edu, dan Edo dan kadang nama lengkapku Edward dipanggil juga. Saya dilahirkan di Kota Jambi 38 tahun yang lalu bertepatan dengan tanggal 16 April 1972. Papa saya Muhammad Arif Arifin dan Mama saya Sarini. Papa saya di lahir kan di Teluk Bayur Padang Sumatera Barat, sedangkan Mama saya dilahirkan di desa Gumarang kecamatan Palembayan Lubuk Basung Sumatera Barat.
Orangtua papa saya bernama Arifin, seorang penjaga sekolah di Dangung-dangung Payakumbuh, tempat papaku dibesarkan, hal ini juga dikarenakan kampung kakek ku di Pitopang Suliki Kototinggi Sumatera Barat, suatu tempat yang pernah dijadikan Ibukota Republik Indonesia, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dengan PJ Presiden Syafrudin Prawiranegara. Nenek saya, orang tua papa saya dilahirkan dan dibesarkan di desa Silungkang Kec. Palembayan Kab. Lubuk Basung Sumatera Barat. Tidak banyak cerita yang saya dapatkan selain nenek saya adalah isteri ke-2 dari kakek saya, isteri pertamanya di Padang. Dan saya baru mengerti kenapa papa saya bisa ketemu dengan mama saya karena mereka satu kecamatan dan jarak antar desanya 5 km, bagi orang-orang di sana jarak tersebut tidak begitu jauh.
Papaku di Dangung-dangung  menyelesaikan sekolah SMPnya melanjut Sekolah Lanjutan Pajak di Padang. Setelah menyelesaikan sekolahnya di Padang, Papaku di tempat di Jambi, setelah menikah dengan mama saya di Gumarang. Sejak tahun 1968 mereka tinggal di Simpang Kebon Jeruk Jambi dan tahun 1972 membeli tanah dan membangun rumah di Jl. gotong Royong sekarang jalan M. Radja yamin. Kelurahan Selamat Kec. Telanaipura Kota Jambi.
Di rumah ini saya dilahirkan dan diberikan nama, yang saya ingat adalah hampir setiap tahun saya di ajak pulang kampung ke Gumarang oleh Orang tua saya, saat umur BATITA itu saya merasakan kebahagiaan kehangatan belaian orang tua.)

Kerangka Pemikiranku sejak kecil dibangun melalui kumpul keluarga besar mama dan papa, serta ada tetangga papa yang sesama dari payakumbuh, karena keluarga dari papa berasal dari baqo papa di Suliki payakumbuh.


Datuk Ripin dan datuk Chaidir, ada papa arif, Tek At, bang Gafar dan Uni susi yang berdiri. Datuk Chaidir pas tinggal bersebelahan dengan rumah (Tante Is lah, yang awal ketemu dengan Papa Arif dan Mama Rini, waktu kelahiran Uni Susi 1969 di Rumah Sakit Umum (Skr RS DKT) Jambi, mengharapkan bisa buat rumah di samping rumah Datuk Chaidir di Jl. gotong Royong/Jl. Radja Yamin/Jl. Pancasila. Ditahun 1972 lah dibuat rumah tersebut. Dulu banyak pohon kelapa, sekarang banyak rumah dan jadi gang sempit.)

Kami dibesarkan mengikuti orang tua, sampai 1982 berada di Jambi, 1982-1985 berada di Bengkulu, 1985-1987 di Bengkulu Selatan, 1987-1988 kembali lagi di Bengkulu, 1988-2000 di Palembang, 2000 di payakumbuh, 2001-2004 di Jakarta, 2005- skr di Telaga Gading Serpong - Kabupaten Tangerang.

Sekarang (2014), Papa Arif sudah pensiun bersama dengan mama Rini, Uni Susi sekeluarga dan bang Gafar sekeluarga tinggal di Jambi.

Baqo Papa berasal dari Suliki

Baqo papa berasal dari Suliki Koto Tinggi, dimana disana juga Tan Malaka dilahirkan yang berasal dari daerah ini, Suliki  yang memiliki luas 136,94 Km ² merupakan daerah dataran tinggi , pada koordinat 00 º 06 ’ 36,3 “ LS dan 100 º 30 ’ 38,4 “ BT. 



GEOGRAFIS
Berikut secara geografis daerah Suliki.  Suliki merupakan salah satu Kecamatan dari 13 Kecamatan di Kabupaten Limapuluh Kota yang terletak di antara 0 derjat 08” Lintang Utara dan 100 derjat 39’03” Lintang Selatan, dengan luas wilayah 136,94 Km2 yang berarti 4,08 % dari luas daratan Kabupaten Limapuluh Kota yang luasnya adalah 3.354,30 Km2 dengan 6 nagari dan 32 jorong.Rincian luas nagari dari terluas adalah :
  1. Nagari Suliki 52 Km2 dengan 5 jorong,yaitu:1)Limbanang Baruah,2)Ekor Parit, 3)Saut, 4)Penago, 5)Kampuang Dalam 
  2. Nagari Tanjung Bungo 29,46 Km2 dengan 4 jorong,yaitu: 1)Lancaran, 2)Kubu Tangah, 3)Karek Hilir 4)Batu Linjuang
  3. Nagari Sungai Rimbang 20 Km2 dengan 8 jorong,yaitu ; 1) Sialang, 2) Batu Bauk, 3)Damar Tinggi, 4) Tanah Tingkah, 5)Ateh Koto,6)Lombah, 7)Tanah Longiah, 8)Asam Panjang
  4. Nagari Kurai 20 Km2 dengan 3 jorong,yaitu :1) Kurai, 2) Botuang, 3) Mudiak Liki
  5. Nagari Limbanang 8,20 Km2 dengan 5 jorong,yaitu: 1)Limbanang Baruah,2)Ekor Parit, 3)Saut, 4)Penago, 5)Kampuang Dalam
  6. Nagari Andiang 7,20 Km2 dengan 4 jorong,yaitu :1)Siboka, 2)Padang Bunga, 3)Simpang Limo, 4)Kampung Baru
Batas-batas Kecamatan sebagai berikut: Sebelah Utara Kecamatan Bukik Barisan , Selatan Kecamatan Guguak dan Tilatang Kamang (Agam), Timur Kecamatan Guguak, dan Kecamatan Bukik Barisan .Dan sebelah Barat KecamatanTilatang Kamang (Agam). Ibu Kecamatannya adalah Suliki.
TOPOGRAGI
Secara Topografi Kecamatan suliki berbukit dan bergelombang dengan tinggi tempat terendah di atas permukaan laut (dpl) berada Limbanang (548 m dpl) dan tertinggi adalah Bukit Pintu Angin ( Bukit perbatasan dengan Kecamatan Tilatang Kamang, Agam) Kenagarian Kurai (1664 m dpl) Kecamatan Suliki daratannya dialiri oleh Batang Sinamar dengan anak sungai/bandar airnya adalah sebagai berikut : B. Suliki, B. Panjang, B. Liki, B. Gosan, B. Sipinang,B.Limpali, B.Pandam ,B. Saut,B. Lurah Pak Kacang,B. Lubuk Tajam, B. Titian Batu, B. Tingi, B.Lereng, B. Kerak Hilir, B. Lancaran yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber pengairan, perikanan , keramba dan pengambilan bahan galian C (sirtukil)
SEJARAH MENURUT TAMBO
Dalam Tambo disebutkan bahwa wilayah Kecamatan Suliki merupakan bagian dari wilayah Kampar Kanan. Disebutkan bahwa kampar kanan terbagi atas wilayah: 1. Di Hulu “Tungku nan Tigo “ (Limbanang,Koto Laweh,Koto Tangah,Koto Tinggi, Sungai Dadok, Sungai Naniang ) dan Mahek sebagai pematang Ranah Koto Kampar 2. Di Ulak ” Koto Nan Anam” ( Pangkalan, Koto Alam, Manggilang, Gunung Malintang, Tanjung Balit, dan Tanjung Pauh) 3. Di Tangah “Kapua nan IX” (Tanjung, Muara Takus, Pongkai,Koto Lamo, Koto Bangun, Sialang, Durian Tinggi, Kapua dan Lubuak Alai) Adapun Kampar Kanan berninik nan berempat, yaitu : Dt. Bandaro di Mahek, Dt. Majo Indo di Koto Laweh, Dt. Siri di Mungka ,Dt. Rajo Di Balai di Muaro Takus. Apabila terjadi perkara di V Koto Kampar Bangkinang pertama dilaksanakan rapat di Balai Tanah, apabila tidak selesai dilaksanakan di Pasir Merabau, dan apabila tidak kunjung juga selesai maka baru dibawa pada ninik nan berempat oleh Dt. Sibijayo dari Pangkalan Koto Baru, dan di bawa pula ke pada Dt, Tan Aduh di Koto Laweh, terus ke Dt. Siri di Mungka dan akhirnya sampai ke Balai Gadang Payakumbuh.
ZAMAN BELANDA 

Dizaman Belanda Kecamatan Suliki bernama Kecamatan Puar Datar dan Mahek , Kabupaten Limapuluh Kota dengan ibu Kecamatannya Suliki, yang terdiri dari Tiga Kelarasan yakni : Kelarasan Suliki, Koto Laweh, dan Mahek dengan kepala pemerintahan sebagai berikut : Kontroler bernama C.Schultz/AJH Hamerster,Jaksa bernama Rasad Dt. Gunuang Ameh, Ajung Jaksa adalah Mulana Sutan Mahyudin dan Penghulu bernama Candu Tuanku Mantari. Sedangkan nama Tuanku Larehnya adalah sebagai berikut : Lareh Suliki Tipak Dt. Nan Angek, Lareh Koto Laweh Arab Rajo Mangkuto dan Kelarasan Mahek Raman Dt. Hijau Setelah perubahan administrasi pemerintahan Sumatera Barat, Kelarasan dihapus pada bulan Nopember 1914, maka Suliki merupakan salah satu Onderafdeling dari Afdeling Limapuluh Kota
Afdeling Limapuluh Kota mempunyai 4 Onderafdeling yaitu : Onderafdeling Payakumbuh, Suliki, Pangkalan Koto Baru dan Bangkinang). Onderafdeling Suliki terbagi 3 distrik,yaitu distrik Suliki (Kelarasan Suliki dan Mahek),distrik Koto Laweh dan distrik Guguk ( Kelarasan Guguk dan Mungka) yang dipimpin oleh Demang Arab Rajo Mangkuto . Distrik Suliki dan Koto Laweh langsung dibawah demang Suliki sedangkan distrik Guguk dipimpin oleh asisten Demang Said Dt. Cumano di Dangung-dangung.
ZAMAN KEMERDEKAAN
Pada awal kemerdekaan Suliki dipimpin oleh demang Arisun yang diangkat oleh Residen Ke II Sumatera Barat Rusad Dt. Perpatiah Nan Baringek pada tanggal 23 Januari 1946 . Dengan adanya peristiwa Agresi Belanda II tahun1948-1949 maka Kecamatan Suliki di Bagi dua , yaitu Gunung Mas dengan Camat Meliternya H. Abdul Aziz dan Suliki Dt. Rajo Malano Setelah Agresi Belanda II ,berdasarkan instruksi Gubernur Meliter Sumatera Tengah No.10/GM/ST/49 tanggal 9 Nopember 1949 maka Gunung Mas dan Suliki diberinama Kecamatan Suliki Gunung Mas. Sehubungan luasnya wilayah Kecamatan Suliki Gunung Mas maka pada Tahun 1985 dibuat Perwakilan Kecamatan Suliki Gunung Mas di Koto Tinggi dan setahun kemudian dibuat pula Perwakilan Kecamatan Suliki Gunung Mas di Bukik Bulek.
Kemudian berdasarkan Perda No 14 Tahun 2001 tanggal 29 Oktober maka kembali dengan nama Kecamatan Suliki dengan camat-camatnya sejak tahun 1950 sebagai berikut : A. Dt. Rajo Malano, Aziz Rasyid, Johan Syafril, RB. Dt.Rajo Penghulu nan Kuniang, A. Dt. Rajo Malano, Hardi Zen .BA, Syafii Bakar.BA, Muzahar Abdulah.BA, Yohanes Dahlan.BA, Syafruudin Gindo.BA, Drs. Erman de Guci, Drs, Helmi Eriwadi,Drs. Herminas, Drs. Don Adonis, Drs.Ridwan, Drs. Syafwan Rahmat Bendang dan Iddarussalam.S Sos (Januari 2003- 2004), Yasri Karimi, BA (2004-2005), Arianto, S.Sos (2005-2008),Drs. Syaiful ( Jan 2009- Maret 2010), Muslim (maret 2010-Nopember 2010, Harman,Amd (Nop 2010-sekarang)
AGAMA
Untuk menunjang kehidupan beragama di Kecamatan Suliki terdapat fasilitas tempat ibadah berupa Masjid (21 buah), Mushala (29 buah),dan Langgar (17 buah) . Masyarakatnya 100 % memeluk agama Islam. Jumlah ulama 13 orang, mubalig 43 orang, penyuluh agama 10 orang dan khatib 21 orang
KEPENDUDUKAN
Jumlah Penduduk Kecamatan Suliki adalah 14.194 jiwa yang terdiri dari Laki-laki 6.893 jiwa dan Perempuan 7.301 jiwa dengan sex ratio 94,41 % dan tingkat kepedatan penduduk 104 jiwa/Km2. Dengan jumlah rumah tangga 4.040. Sumber mata pencaharian masyarakat Suliki mayoritas sebagai petani baik sebagai petani sawah/kebun/ternak dan ikan yang mencapai 87 %, pedagang dan jasa 10 %, dan lainya 3 %.
PENDIDIKAN
Sarana pendidikan di Kecamatan Suliki yang telah tersedia sejak tingkat pendidikan TK sampai SLTA. Sarana pendidikan TK berjumlah 12 (dua belas) unit. Sarana pendidikan SD tersebar disemua nagari berjumlah 22 (dua puluh dua) unit dan MIN 1 unit Untuk tingkat pendidikan SLTP Negeri/swasta 2 (dua) unit dan MTs 1 unit. Dan untuk tingkat pendidikan SLTA/SMK berjumlah 1 (satu) unit. MAN/MAS 1 unit. Dan SLB 1 unit.
KESEHATAN
Dibidang kesehatan, fasilitas dan sarana kesehatan di Kecamatan Suliki memadai. Untuk melayani 5 nagari terdapat 1 RSUD, 1 unit Puskesmas , 5 unit Puskesmas Pembantu (Pustu) , Polindes 8 unit dan Posyandu 37 unit. Adapun tenaga medis yang terdapat di kecamatan ini terdiri dari 10 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi, perawat umum 38 orang, perawat gigi 5 orang, dan 11 orang bidan.

Potensi Kecamatan Suliki

TANAMAN PADI SAWAH, TERNAK SAPI, IKAN, BATUAN GRANIT DAN SITUS KEBUDAYAAN

PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
Dalam Bidang Pertanian Nagari Sungai Rimbang dengan sumber pengairan yang cukup berpotensi untuk penangkar benih padi sawah, dan memiliki Luas sawah 1.195 Ha dengan luas panen berkisar 3.226 Ha pertahun dengan produksi 15.613,84 ton pertahun tersebar di 5 nagari. Lahan keringnya sangat potensial dikembangkan dengan tanaman jagung dan ubi kayu, jeruk,mangis.cengkeh, coklat, kulit manis dan tembakau.
PETERNAKAN DAN PERIKANAN
Sapi merupakan hewan ternak besar yang paling banyak terdapat di Kecamatan Suliki dengan populasi ternak Sapi adalah 2.634 ekor, Kerbau 1.702 ekor, Kambing 1.025 ekor . Selain itu, jenis unggas yang paling banyak terdapat adalah Ayam petelur 107.500 ekor, Ayam Buras 35.320 ekor dan Itik 10.000 ekor. Sementara luas Kolam adalah 60,51 ha dengan produksi 818,37ton/tahun, Luas Budidaya Ikan di Sawah 598 Ha dengan produksi 83,24 ton/tahun , luas penangkapan ikan diperairan umum dengan luas 116 ha dengan produksi 11,08 ton/tahun.
PERTAMBANGAN
Bidang Pertambangan Kecamatan ini mempunyai bebrapa potensi seperti, batuan Granit ter terdapat di Sungai Rimbang. Granit adalah batuan beku yang bersifat asam dan mempunyai kristal-kristal yang kasar . Secara umun batuan ini dapat digunakan sebagai batu belah untuk bahan bangunan, tetapi apabila ronanya bagus dapat digu-nakan untuk ornamen lantai/dinding. Batuan Kuarsit terdapat di Sialang Nagari Sungai Rimbang yang dapat dimanfaatkan sebagai batu pecah,split dan untuk bahan kontruksi lainnya. Batuan Andesit terdapat di Penago Nagari Limbanang dan di Nagari Kurai. Bahan Galian Sabastone terdapat di Sialang Nagari Sungai Rimbang. Sabastone adalah batuan yang mengandung kuarsa dan feldsfar. Bahan ini biasa dipakai untuk pembuat-an keramik setelah dicampur dengan bahan lain seperti pasir kuarsa dan lempung.Batu Gamping terdapat di Sungai Kambing Nagari Sungai Rimbang dan dipingiran jalan Suliki- Koto Tinggi. Bahan Galian jenis Sirtukil terdapat di sepanjang Batang Sinamar dan anak sungai lainnya .Bahan Tambang Batu permata terdapat di Sungai Rimbang sehingga Nagari Sungai Rimbang dikenal juga dengan pengrajin Batu Aji.
KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
Di Nagari Suliki terdapat sebuah artifak yaitu “Balai Batu” tempat bermusyawarah ninik moyang diwaktu pertamakali datang ke daerah Suliki. Di Nagari Limbanang mempunyai situs Kebudayaan ,yaitu “ Batu Sandaran Niniak” di Limbanang dan “ Batu menggigil” di Penago.Permainan anak nagari Kecamatan Suliki mempunyai Pencak Silat,Randai, Talempong,Saluang, Tari Gelombang dan Rebana
PASAR
Untuk memasarkan hasil petanian serta membeli keperluan harian di Kecamatan Suliki mempunyai Pasar di Suliki dan Pasar Serikat di Limbanang yang dibangun pada tahun 1978 dan kemudian dijadikan pasar Inpres.

Keluarga Mama dari Gumarang Kecamatan Palembayan Kabupaten Agam
LAMBANG DAERAH, BENTUK,  WARNA DAN BAGIAN LAMBANG

1. Lambang berbentuk perisai segi lima dengan warna dasar merah.
2. Bagian dasar bagian atas dari lambang dengan dasar kuning AGAMdengan dasar hitam.
3. Bintang sudut lima dengan warna kuning.
4. Dua bilah keris bersilang , ( sebilah terhunus, sebilah lagi dalamsarung ) masing-masing dengan hulu bewarna kuning bintik-bintik hitam, yang terhunus bewarna putih tepi hitam dan sarung warnakuning bintik-bintik hitam.
5. Setangkai padi dengan butiran 17 (tujuh belas) dalam warna kuningtepi hitam.
6. Buah kapas sebanyak 8 (delapan) dengan warna putih tepi hitam. 
7. Balai adat dengan warna hitam. 
8. Mesjid dengan warna putih.
9. Harimau campo dengan keadaan duduk dengan warna kuning bintik- bintik hitam dan merah.
10. Tiga buah gunung dengan warna hitam.
11. Satu riak dan satu gelombang dengan warna putih.
12. Semboyan dengan tulisan " TALI TIGO SAPILIN" dengan warnahitam atas dasar kuning.

Salah satu sejarah yang tidak bisa lepas dari keberadaan kampung Gumarang Kecamatan Palembayan adalah BATAGAK NAGARI

Berdasarkan pengertian Adat Nan Dipakai serta Pusako Nan Bajawek, setelah  meresapnya agama Islam dalam kehidupan sehari-hari, sehingga lahirlah pada masa itu “Adat Basandi Syarak”, Syarak Basandi Kitabullah”.  “Syarak Berkata”, Adat Memakai”.  Agar kalimat-kalimat ini benar-benar tercermin dalam kehidupan sehari-hari dan oleh karena anak kemenakan telah berkembang biak, maka dibentuklah suatu susunan  Nagari yang akan diwariskan kepada anak cucu dikemudian hari.
Suatu Nagari, atau syarat-syarat suatu Nagari terdiri dari 5 (lima) dasar pokok, yaitu :
  1. Mesjid
  2. Balai-balai
  3. Pasar nan Rami
  4. Labuah nan Golong
  5. Tapian Tampek Mandi

Untuk diketahui secara garis besarnya apa hikmahnya syarat-syarat tadi bagi suatu nagari, ada baiknya kita uraikan satu persatu :
1.  MESJID
Mesjid adalah merupakan sumber ilham dan inspirasi, tempat alim ulama mengembangkan kitab, mengaji halal dan haram.  Mendalami hukum-hukum syariat, tempat menela’ah firman dan hadist. 
Menurut tarikh, pada zaman Rasulullah saw, mesjid juga berfungsi sebagai markas besar angkatan perang, staf kwartir tempat menyusun strategi, teknik dan politik, tempat mengatur dan menyusun pemerintahan dalam menuju masyarakat adil dan makmur, serta taqwa kepada Allah swt.  Telah menjadi fitrah setiap insan di Minagkabau memegang teguh kalimat sakti “Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” tercermin dalam kehidupan sehari-hari.  Syarak Bakato Adat Memakai.  Oleh karena itu fungsi mesjid tidak bisa dipisahkan lagi dari adat.  Keduanya “bagaikan aur dengan tebing, bagaikan ikan dengan air”.  Justru apabila kita teliti dengan cermat di Minagkabau adat dan agama bagaikan mata panah yang sama kuat dan kencang larinya.  Oleh sebab itu fungsi mesjid sangat besar artinya dalam menghambakan diri kepada Allah swt.

2.  BALAI-BALAI
Balai-balai atau ada juga yang menyebutnya balairung, adalah merupakan lambang demokrasi tempat Niniak Mamak bersidang mengadakan musyawarah.  Mewakli anak kemenakan dalam menyuarakan hati nurani orang banyak, tempat melahirkan pendapat dan perasaan, demi kepentingan anak kemenakan.
Balai-balai berfungsi sebagai gedung Dewan Perwakilan Rakyat, disini Tali Nan Tigo Sapilin yaitu : “Ninik Mamak”, “Alim Ulama”, dan “Cadiak Pandai” mengadakan sidangnya, mengatur pemerintahan, tempat para diplomat untuk menguji siasat dalam menjalankan pola politik luar dan dalam negeri.
Di balai-balai ini tercermin demokrasi, paham Budi Chaniago, mewarnai kehidupan orang banyak, karena demokrasi harus membersit dari bumi, dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dijelaskan dalam pituah adat  :
Kaluak paku kacang balimbiang
Tampuruang lenggang lenggokkan
Bao malenggang ka surau aso
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
Urang kampuang dipatenggangkan
Tenggang nagari jan binaso

Para pemimpin yang disebut Tali Tigo Sapilin menginsyafi benar akan arti kata Pusaka, sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Prof. Mr. Nasroen dalam bukunya “Dasar Falsafah Adat Minangkabau” halaman 67, sebagai berikut :
“Bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh mufakat, jika bulat boleh diglongkan dan jika pipih boleh dilayangkan “
Di balai-balai ini akan tercermin jiwa demokrasi yang sesungguhnya dalam menegakkan kedaulatan rakyat.
3.  LABUAH NAN GOLONG
Labuah dan golong ialah jalan yang terpelihara baik untuk menghubungkan suatu kampung dengan kampung lainnya, suatu nagari dengan nagari lainnya.   Karenanya labuah atau jalan ini harus terpelihara baik oleh masyarakat setempat.  Disinilah lahirnya kalimat “Batoboh” atau gotong royong atas dasar rasa tanggung jawab bersama.  Labuah nan golong bukan sekedar alat penghubung antar kampung, nagari dan daerah saja.  Labuah juga berfungsi sebagai jalur antar daerah pada masa sebelum muda mudi mengenal permainan bola kaki yang pakai tiang gawang.  Labuah juga dimanfaatkan sebagai lapangan oleh raga, tempat muda mudi gerak badan.
Pada jaman dahulu pemuda-pemuda belum mengenal permainan bola kaki seperti sekarang.  Pada saat itu permainan hanya bersifat kesenangan belaka dan cara bermainnya-pun jauh berbeda.  Permainan ini dinamakan “Sepak Raga”.  Sebuah bola yang dibuat dari rotan beranyam sedemikian indahnya bundar hampir seperti bola kulit juga dan cara bermainnya ialah sekelompok pemuda membuat lingkaran, atau berdiri dalam jarak yang sama dan dalam jumlah yang tiada batas.  Satu diantaranya berdiri di tengah tengah lingkaran tadi sebagai “janang” atau tukang bagi bola.  Para pemain ini pada mulanya menerima kiriman bola dari janang, kemudian mengirim lagi pada si pembagi bola.  Demikian seterusnya, bola dari kaki atau dari satu pemuda ke pemuda lainnya.  Dengan gaya sped\sifik, siapa yang tidak dapat menyambbut bola kiriman dengan kakinya, akan riuhlah gelak tawa.  Jadi permainan ini tidak pakai gawang, juga tidak ada kalah atau menang.  Permainan ini semata untuk gelak tawa dan senda gurau.
Hjadi Labuah Nan Golong disamping berfungsi sebagai urat nadi perekonomian masyarakat, juga merupakan gambaran dari kesejahteraan rakyat.
4.  PASAR NAN RAMI
Pasar nan rami oleh para pedagang dan petani, oleh penjual dan pembeli, merupakan lambang dari perekonomian yang kuat.  “Jual beli pada yang terang, berharga atas patut”.  Artinya barang yang dijual harus jelas asal usulnya, tidak barang curian atau rampasan dan bukan pula emas sepuhan.  Semua harus terang dan jelas, demikian pula mengenai harga, harus berdasarkan suka sama suka.  Tidak ada pemaksaan, tidak ada calo atau agen, langsung berharga dan pembeli mereka yang membutuhkan.  Itu yang dimaksud dengan “berjual beli pada yang terang dan berharga atas yang patut”.
Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta daya beli itu seimbang, maka pemerintah dalam hal ini harus menjaga kestabilan harga.  Demikian pula tentang kebutuhan pokok kehidupan masyarakat banyak di drop ke pasar bebas oleh pemerintah.  Dengan demikian baru dapat kita katakan Rakyat Sehat Negara Kuat, tercermin dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak lagi mengeluh akan kebutuhan harian.  Ramai dan lengangnya pasar adalah merupakan barometer bagi pemerintah tentang kehidupan masyarakat banyak.  Oleh karena itu kestabilan harga harus djaga sepanjang jaman, karena pasar adalah lambang kegiatan ekonomi.
5.  TAPIAN MANDI
Kesehatan adalah merupakan faktor utama dalam kehidupan manusia.  Peribahasa Minagkabau menyebutkan “Hilang Bangso Dek Indak Ba Ameh, Hilang Rono Dek Panyakik”.  Bangsa yang tidak memiliki cadangan emas peredaran uang tidak ada artinya sama sekali di mata dunia.  Itu sebabnya kalimat “hilang bangsa karena tidak ada emas” demikian juga kalimat “hilang rono dek panyakik”.  Oleh sebab itu para pemimpin berusaha terus untuk menjadikan Tepian Mandi sebagai sumber kesehatan.
Di tepian mandi orang akan ‘bersuci” dan “berlanir”, tempat membersihkan segala kotoran, hanya dengan menjaga kebersihanlah adanya terjamin kesehatan suatu bangsa.  Oleh sebab itu tepian mandi harus dijaga kebersihannya, dan merupakan syarat mutlak untuk suatu Nagari.  Tanpa tepian dan tanpa air manusia akan mati.

Setelah mengetahui syarat-syarat sah berdirinya suatu nagari menurut alur adat, maka pemuka-pemuka masyarakat Matur, apakah itu pemuka masyarakat Matur Hilir ataupun pemuka masyarakat Matur Mudik ataupun Parit Panjang, bersatu hati untuk memenuhi segala persyaratan tersebut.  Mereka bergotong royong dengan sepenuh hati.
Untuk membuktikan sumpah setia di Laman Gadang oleh nenek moyang orang Matur tatkala masa pembagian kelompok yang akan mengatur negeri Matur di Mudik, di Hilir, dan Parit Panjang serta untuk menjaga keharmonisan keluarga, maka pada saat itu mereka memutuskan untuk mendirikan pasar cukup satu saja.  Demikian juga balai-balai adat cukup satu untuk ketiga nagari tersebut.
Walaupun menurut struktur pemerintahan pada jaman Belanda, maupun pada jaman Republik Indonesia dewasa ini, ketiga negeri tersebut berdiri sendiri-sendiri, disebut dengan Kewalian Matur Hilir, Kewalian Matur Mudik, dan Kewalian Parit Panjang, namun dalam struktur adat mereka hanya satu.  Ini dapat dibuktikan dengan :
  1. Adat dari ketiga nagari itu sama, menganut paham Budi Chaniago, Barajo kepada mufakat, Mufakat barajo kepada Alur dan Patut, Patut barajo kepada benar dan Benar itulah Raja.
  2. Jumlah suku dan nama-nama suku sama yaitu : Sikumbang, Chaniago, dan Tanjung.  Bila mereka sesuku atau dalam arti lain Sikumbang Matur Hilir pasti bersaudara / badunsanak dengan Sikumbang Matur Mudik dan Parit Panjang.  Demikian pula halnya dengan suku suku lainnya.
  3. Orang sesuku tidak boleh kawin, atau kawin sepesukuan dianggap tabu oleh adat dan oleh masyarakat.  Sampai demikian jauh sumpah setia di Laman Gadang sampai saat ini masih dipelihara.  Jumlah suku tidak bertambah juga tidak berkurang, sebagaimana Gurindam adat :
Ramo ramo sikumbang jadi
Katik endah pulang bakudo
Patah tumbuah hilang baganti
Namun suku sabanyak itu juo

  1. Pasar yang ramai  merupakan barometer kekuatan ekonomi masyarakat Matur, atau masyarakat tiga negeri tersebut sampai sekarang masih tetap satu.  Dari pasar yang satu inilah perdagangan anak negeri diatur sejak dari dahulu
  2. Balai-balai yang merupakan medan pertemuan dan mufakat oleh Ninik Mamak, Alim Ulama, dan Cerdik Pandai dari tiga negeri hanya satu saja kita temui dan memang satu pula yang ada.  Dari ketiga negeri yang ada mempunyai Mamak sebanyak 90 (sembilan puluh) orang.  Disebut dengan Ninik Mamak 90 (sembilan puluh) Dikato, dan Ninik Mamak inilah yang mengatur anak kemenakan dari ketiga negeri diatas, berhimpun di balai-balai yang satu ini.

Kecuali itu, persyaratan lainnya seperti mesjid, tepian mandi, dan labuah nan golong pada masing-masing negerii sudah punya sendiri-sendiri.   Di Matur Hilir sendiri sudah ada 7 (tujuh) mesjid, dan di Matur Mudik ada 3 (tiga) mesjid.  Kecuali di Parit Panjang, sesuai dengan jumlah penduduk dan besarnya negeri maka mesjid disini hanya 1 (satu) saja.  Mesjid tertua dari seluruh mesjid yang ada sekarang ini ialah mesjid utama terletak di Pincuran Gadang.  Disinilah kitab mulai dikembang, ajaran Islam mulai difatwakan keseluruh anak negeri disekitar penghujung abad ke XVII oleh beliau TUANKU ABDUL HAMID.
Oleh karena balai-balai dan pasar sudah mereka dirikan bersama-sama secara gotong royong, walaupun masih jauh dari persyaratan dan kebutuhan sebagaimana mestinya, tapi mereka sudah merasa bangga karena telah memiliki segala persyaratan yang dibutuhkan oleh suatu negeri.  Oleh sebab itu banyak penduduk negeri yang berlomba-lomba untuk mencari tempat tinggal di dekat pasar dan balai-balai.  Mereka menginsyafi bahwa tnggal di dekat pasar dan balai-balai inilah banyak berhimpun pemuka pemuka masyarakat, sebagai pusat budaya, dan kehidupan sosial tercermin. 
Lama kelamaan urbanisasi ini menjadikan suatu kampung jadi lengang dan ada yang ditinggal oleh penduduknya, sehingga ada sebuah kampung di dekat Laman Gadang bernama KAMPUANG TINGGA.   Penduduk kampung ini telah mengadakan urbanisasi ke dekat pasar dan balai-balai, sehingga tinggallah kampung mereka karena ditinggalkan oleh penduduknya, maka sampai sekarangpun nama kampung itu tetap “Kampuang Tingga”.  Sebahagian dari penduduk yang mengelilingi pasar Matur dan Guguak Pandan berasal dari Kampuang Tingga ini.  Itulah yang menjadi asal nama Kampuang Tingga ini.  Peristiwa ini baru saja terjadi di pertengahan abad ke 18.
Dalam masa yang sangat panjang, berkat usaha dan pandangan hidup yang mereka warisi secara turun-temurun, walaupun pasar dan balai-balai belum memenuhi segala persyaratan tapi kehidupan sosial telah berjalan dengan tenang dari waktu ke waktu, sehingga lama-kelamaan masyarakat yaang tadinya primitif sekrang telah berbudaya dan mulai hidup mewah.  Mereka seakan-akan lupa betapa pahit dan getirnya nenek moyang mereka “Manaruko”, membuat tali banda, mendirikan kampuang dan perumahan.  Walaupun pada saat itu ajaran Islam sudah setengah abad menguasai persendian kehidupan masyarakat Minangkabau, suatu ajaran yang mengatur kehidupan baik secara individu maupun secara bermasyarakat, tapi mereka mengamalkan ajaran Islam itu tidak lebih sebagai mesin saja.  Mereka lebih senang dan tertarik untuk berbuat mungkar seperti menyabung ayam, minum tuak, dan berjudi.
Kemenangan yang dimiliki dengan ilmu segala tanggung ini menimbulkan dekadensi moral yang menyedihkan.  Para parewa lebih senang berbuat keonaran dan akan bangga membuat kegaduhan serta huru-hara, sehingga hubungan antara suatu negeri dengan negeri yang lainnya menjadi terganggu, bahkan keamanan harta benda seseorang menjadi tidak terjamin.  Pemuka-pemuka Islam yang mereka panggil “Tuanku” suatu gelar kehormatan tidak berdaya untuk menghadapi sikap sebagian parewa ini.  Mereka menghormati para Tuanku ini, tapi dibelakang Tuanku ini mereka berbuat mungkar.  Perayaan hari-hari besar Islam seperti Maulid nabi, Idul fitri, dan lain-lainnya mereka isi dengan segala kemunafikan.  Mereka membuka gelanggang tempat menyabung ayam, berjudi, minum tuak dan lain sebagainya.  Begitulah cara mereka merayakan hari besar Islam ini.
Guru-guru besar agama Islam makan hati dan tidak berdaya melihat cara parewa dan penduduk ini merayakan hari besar Islam.  Dihadapan para Tuanku dan masyarakat mereka terpekur seakan akan semua ajaran yang diberikan oleh para guru agama ini benar-benar menyusup ke relung hati mereka.  Mereka mengiyakan dan mengamini tiap fatwa dari sang guru, tapi terbelakang sedikit saja, mereka berbuat sesuka hati.  Lama-kelamaan orang-orang siak dan para pelajar sekolah agama jadi berpisah dan terpisah dengan kehidupan masyarakat banyak.  Mereka lebih banyak berada di surau dan mesjid, tawaddu’ menghambakan diri kepda Allah swt.  Mereka tidak hiraukan lagi kehidupan secara duniawi, tidak ambil pusing lagi dengan perbuatan anak negeri.
Akibat adanya jurang pemisah dari dua golongan insan Minagkabau ini, yang satu fanatik dan benar-benar dengan segala ketulusan dan keikhlasann menghambakan diri pada Allah  dan satu lagi menjadikan agama sebagai pelengkap dalam kehidupan atau sekedar untuk menjawab tanya tentang cara hidup dan sebagainya.

PENGARUH PADERI
Kerajaan Minagkabau yang berpusat di Pagaruyuang Tanah Datar sedang mengalami masa suram karena banyak para pembesar yang melengahkan kewajibannya.  Kaum bangsawan lebih banyak menghabiskan waktunya di arena perjudian dan menyabung ayam.  Penduduk yang mengakunya telah beragama Islam namun jiwa mereka belum bisa dilepaskan dari pengaruh agama Hindu dan Budha.
Melihat kenyataan yang menyedihkan ini, sekitar tahun 1803 tiga orang putra minangkabau kembali dari tanah suci Mekkah yaitu HAJI MISKIN, HAJI SUMANIK, dan HAJI PIOBANG.  Ketiga haji ini merasa terharu.  Hati nurani mereka bagai diiris dengan sembilu melihat para pembesar di minangkabau seperti berlomba lomba membuat keonaran dan kemungkaran.  Mereka bertiga mengambil mufakat dan keputusan untuk memasukkan ajaran Islam mereka menurut paham WAHABI.  Bila tidak bisa dengan cara yang lunak maka mereka akan melaksanakannya dengan cara yang keras.  Selanjutnya akan berusaha untuk menjaga dengan segala kekuatan kemurnian agama terutama di pusat kerajaan di Pagaruyuang.
Setelah berusaha dengan segala cara untuk menyadarkan para pemimpin tidak berhasil, maka ketiga orang haji ini mencari para pengikut terutama kepada para pemimpin di kampung-kampung mereka tanamkan iman keislaman.  Maka tercatatlah pada jaman pra-padri nama-nama Tuanku Nan Renceh dari Kamang, Tuanku Lubuak Aua dari Canduang,Tuanku Barapi dari Bukit Canduang, Tuanku Ladang LawehTuanku Padang Lua,Tuanku Galuang dari Sungai Puar, dan Tuanku Biaro dari Kapau.
Delapan alim yang didadanya telah membara api fanatisme serta kejengkelan yang tidak tertahankan melihat tingkah laku para pemipin yang mengaku dirinya sebagai pemimpin rakyat, tapi telah berbuat menyesatkan dan membawa rakyat kelembah kehancuran, akhirnya telah mengobarkan perang saudara di kawasan minangkabau antara Kaum Adat dan Kaum Agama yang terkenal dalam sejarah Perang Paderi dari tahun 1803 sampai tahun 1838 dan delapan nama-nama alim tersebut diatas tercatat dalam sejarah sebagai HARIMAU NAN SALAPAN.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar